BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dasar
pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, bukan semata-mata
terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum atau ketentuan dari atas,
namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik
yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau
mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi,
intelektual, sosial, dan moral spiritual).
Usaha
layanan bimbingan serta pemberian bantuan melalui usaha layanan konseling
tersebut adalah sangat penting. Bahkan ada ahli yang mengatakan bahwa “Layanan
konseling adalah merupakan jantung hati dari usaha layanan bimbingan secara
keseluruhan”. Oleh karena itu para petugas dalam bidang bimbingan dan konseling
kiranya memahami dan dapat melaksanakan usaha layanan konseling itu dengan
sebaik-baiknya, dengan berdasarkan pada prinsip, asas dan tujuan dari bimbingan
dan konseling.
Dengan
demikian implementasi bimbingan dan konseling di sekolah diorientasikan kepada
upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli(siswa), yang meliputi aspek
pribadi, sosial, belajar, karir, atau terkait dengan pengembangan pribadi
konseli(siswa) sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, social dan spiritual).
Akan tetapi pada pelaksanaan
bimbingan dan konseling masih banyak terdapat kesalahpemahan antara konselor
ataupun dengan konseli. Maka dari itu disini penyusun ingin memaparkan bebrapa
kesalahpemahaman dalam bimbingan dan konseling yang terjadi di sekolah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian dari pengertian bimbingan dan konseling?
2.
Seperti
Apakah tujuan dari bimbingan dan konseling?
3.
Bagaimana
paradigma dari bimbingan dan konseling?
4.
Bagaimana kesalahpahaman yang
terjadi dalam pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah?
5.
Bagaimana Pelayanan Bimbingan dan
Konseling disekolah berdasarkan Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui dan memahami pengertian bimbingan
dan konseling
2.
Mengetahui
dan memahami tujuan dari bimbingan dan konseling
3.
Memahami
paradigma bimbingan dan konseling
4.
kesalahpahaman yang terjadi dalam
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
5.
Mengetahui Pelayanan Bimbingan dan
Konseling disekolah berdasarkan Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Bimbingan dan Konseling
“Bimbingan
adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada
seorang atau beberapa orang individu baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar
orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri
dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat
dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku” (Prayitno, 2004: 99)
Bimbingan merupakan pemberian pertolongan, dan pertolongan inilah
merupakan hal yang prinsippiil. Tetapi sekalipun bimbingan itu merupakan
pertolongan, namun tidak semua pertolongan merupakan bimbingan. Bimbingan masih
memerlukan sifat-sifat yang lain, membutuhkan syarat tertentu, bentuk tertentu,
prosedur tertentu, pelaksanaan tertentu sesuai dengan prinsip dan tujuannya.
Bimbingan merupakan suatu tuntutan, ini mengandung arti bahwa didalam
memberikan bantuan itu bila keadaan menuntut adalah kewajiban bagi para
pembimbing memberikan bimbingan secara aktif kepada yang dibimbingnya.
Pada hakekatnya bimbingan dan konseling adalah pengembangan ide
pembaharuan bagi masyarakat pada umumnya, bagi dunia pendidikan pada khususnya,
baik pendidikan formal dalam sekolah maupun pendidikan informal diluar sekolah.
Prayitno (2004: 105) berpendapat
bahwa “konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui
wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang
sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya
masalah yang dihadapi oleh klien”.
Konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan
masalahnya kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai dengan
keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya. Konseling
juga dapat diartikan sebagai proses interaksi antara konselor dengan konseli
baik secara langsung (tatap muka) atau tidak langsung (melalui media: internet
atau telepon) dalam rangka membantu konseli agar dapat mengembangkan potensi
dirinya atau memecahkan masalah yang dialaminya. Dalam hal ini harus selalu di
ingat agar individu pada akhirnya dapat memecahkan masalahnya dengan kemampuan
sendiri. Dengan demikian maka konseli tetap dalam keadaan aktif, memupuk
kesanggupannya didalam memecahkan setiap persoalan yang mungkin akan dihadapi
dalam kehidupannya.
Diatas telah dikemukakan tentang kedua macam pengertian itu. Timbullah
kemudian suatu pertanyaan bagaimanakah hubungan antara kedua pengertian itu.
Apabila kita teliti antara pengertian bimbingan dan pengertian konseling memang
kita dapati adanya kesamaannya disamping adanya sifat-sifat yang khas yang ada
pada konseling itu.
Karena adanya sifat-sifat yang khas inilah maka dipakailah istilah
konseling disamping istilah bimbingan. Sekalipun dikemukakan adanya segi
persamaan disamping adanya segi perbedaan antara kedua pengertian itu, bukan
tidak ada maksud memisahkan kedua pengertian itu satu dengan yang lainnya,
karena didalam praktek keduanya saling sangkut menyangkut dan isi mengisi
dengan yang lainnya, bimbingan menyangkut konseling dan sebaliknya konseling
menyangkut bimbingan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa
Bimbingan dan Konseling adalah proses pemberian bantuan secara sistematis dan
kontinyu oleh seorang konselor kepada konseli melalui wawancara konseling
sesuai dengan norma yang berlaku agar teratasinya masalah konseli dan untuk
mencapai kebahagiaan, kemandirian, kesejahteraan, perkembangan optimal, dan
aktualisasi diri yang semuanya itu mengarah pada KES (kehidupan efektif
sehari-hari).
B. Tujuan
Bimbingan dan Konseling
Tujuan umum Bimbingan dan Konseling
menurut Prayitno (2004: 114) adalah membantu individu memperkembangkan diri
secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan prediposisi yang dimilikinya
(seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada
(seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta
sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Bimbingan dan konseling membantu
individu untuk menjadi insan yang berguna bagi kehidupannya yang memiliki
berbagai wawasan, pendangan, interpretasi, pilihan, penyesuaian, dan
ketrampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungannya.
Tujuan khusus Bimbingan dan
Konseling menurut Prayitno (2004: 114) adalah penjabaran tujuan umum tersebut
yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami individu yang
bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya itu. Oleh karena itu
tujuan khusus bimbingan dan konseling seorang individu berbeda dengan individu
lainnya.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan umum
bimbingan konseling adalah mencapai kebahagiaan, kemandirian, kesejahteraan,
perkembangan optimal, dan aktualisasi diri. Tujuan khusus dari Bimbingan dan
Konseling yaitu pemecahan masalah. Baik tujuan umum dan tujuan khusus, semuanya
mengarah pada KES (kehiduan efektif sehari-hari).
C. Paradigma
Bimbingan dan Konseling
Paradigma Bimbingan dan Konseling
adalah pelayanan bantuan psiko-pendidikan dalam bingkai budaya. Artinya,
pelayanan konseling berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi pendidikan
serta psikologi yang dikemas dalam kaji terapan pelayanan konseling yang
diwarnai oleh budaya lingkungan peserta didik.
Perlu adanya bimbingan dan konseling
adalah suatu hal yang wajar bahwa individu perlu mengenali dirinya dengan
sebaik-baiknya. Dengan mengenal dirinya ini seorang individu akan dapat
bertindak dengan tepat. Sesuai dengan kemampuan-kemampuan yang ada padanya.
Tetapi tidak semua individu mampu dapat sampai pada kemampuan ini. Bagi mereka
ini sangat diperlukan pertolongan atau bantuan dari orang lain, dan hal ini
dapat diberikan oleh “Bimbingan dan Konseling”.
D. Kesalahpahaman
dalam Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan barang impor yang pengembangannya di Indonesia masih tergolong
baru. Apabila untuk penggunaan istilah saja, terutama istilah penyuluhan dan konseling, masih belum
ada kesepakatan semua pihak, maka dapat dimengerti kalau sampai sekarang masih
banyak kesalahpahaman dalam bidang bimbingan dan konseling. Kesalahpahaman itu
lebih mungkin lagi terjadi mengingat pelayanan bimbingan konseling dalam waktu
yang relative tidak begitu lama telah tersebar luas. Terutama
kesekolah-sekolah, diseluruh pelosok tanah air.
Banyak faktor yang mempengaruhi
kesalahpahaman pandangan terhadap bimbingan dan konseling, salah satunya adalah
latarbelakang pendidikan guru bimbingan di sekolah. Awal tahun 1960 pakar
mengatakan bahwa perlu Bimbingan dan Konseling di sekolah tetapi tenaga atau
guru BK yang profesional belum ada. Jadi diangkatlah guru mata pelajaran
sebagai guru BK dan kisah ini berlanjut sampai sekarang. Guru BK tersebut dalam
menjalankan tugasnya banyak yang tidak sesuai dengan tujuan, asas-asas, dan
prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling. Dari satu faktor ini, memicu banyak
kesalahpahaman terhadap Bimbingan dan Konseling di sekolah.
Kesalahpahaman yang terjadi
selajutnya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan kepala sekolah tentang
Bimbingan dan Konseling itu sendiri antara lain tugas-tugas yang bukan
merupakan tanggung jawab guru BK dilimpahkan kepada guru BK. Bimbingan dan
Konseling seperti dianggap tong sampah. Ada anak tidak masuk sekolah, anak
sakit, anak terlambat ditangani oleh guru BK, padahal hal tersebut merupakan
tanggung jawab bidang kesiswaan. Banyak siswa yang menganggap BK itu polisi
sekolah. Setiap pagi menghadang di pintu gerbang sekolah, memeriksa kertertiban
berpakaian dari ujung rambut sampai ujung kaki. Kemudian di lingkungan sekolah
seperti mencari buronan siswa yang melanggar tata tertib. Guru BK juga merazia
peserta didik dan mencari pencuri bila
terjadi kehilangan di kelas/sekolah.
Bimbingan dan Konseling dianggap
hanya menangani siswa yang bermasalah saja. Ketika seorang siswa terkena
masalah, guru BK baru turun untuk menanganinya. Bimbingan dan Konseling dahulu
bernama Bimbingan dan Penyuluhan (BP). Perbedaannya yaitu Bimbingan dan
Penyuluhan hanya menangani siswa yang bermasalah, sedangkan Bimbingan dan
Konseling bukan hanya siswa yang bermasalah saja tetapi untuk semua siswa
terutama yang membutuhkan. Selain itu konselor
juga sering menampilkan "profil orang tua" dari pada "profil
konselor" yaitu Bimbingan dan Konseling hanya dianggap sebagai
layanan pemberian nasehat, hal ini diperkuat dengan semakin bertambah usia konselor maka ada kecenderungan untuk memberikan
nasehat saja dari pada upaya pemecahan masalah.
Konselor dalam menjalankan tugasnya
harus secara profesional dan tidak menyebabkan kesalahpahaman diantara
siswa-siswi. Konselor harus memiliki kualifikasi akademik sesuai dengan UU No.
27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor
(SKAKK) yaitu :
1.
Sarjana
Pendidikan (S1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling
2.
Berpendidikan
Profesi Konselor
Konselor juga harus memiliki 4 kompetensi
yaitu :
a.
Kompetensi
Pedagogik, terdiri atas :
1)
Menguasai
teori dan praksis pendidikan.
2)
Mengaplikasikan
perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseli.
3)
Menguasai
esensi pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan.
b.
Kompetensi
Kepribadian, terdiri atas :
1)
Beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2)
Menghargai
dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, dan kebebasan
memilih.
3)
Menunjukkan
integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat.
4)
Menampilkan
kinerja berkualitas tinggi.
c.
Kompetensi
Sosial, terdiri atas :
1)
Mengimplementasikan
kolaborasi intern di tempat bekerja.
2)
Berperan
dalam organisasi dan kegiatan profesi Bimbingan dan Konseling.
3)
Mengimplementasikan
kolaborasi antar profesi.
d.
Kompetensi
Profesionalitas, terdiri atas :
1)
Menguasai
konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah
konseli.
2)
Menguasai
kerangka teoritik dan praksis Bimbingan dan Konseling.
3)
Merancang
program Bimbingan dan Konseling.
4)
Mengimplementasikan
program Bimbingan dan Konseling yang komprehensif.
5)
Menilai
proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling.
6)
Memiliki
kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional.
7)
Menguasai
konsep dan praksis penelitian dalam Bimbingan dan Konseling.
Berdasarkan syarat-syarat
kualifikasi dan kompetensi tersebut, diharapkan konselor memiliki keterampilan
dasar konseling, memiliki pengetahuan, pemahaman, dan bisa mengimplementasikan
layanan Bimbingan dan Konseling secara benar sesuai dengan tujuan, asas-asas,
dan prinsip-prinsip dalam Bimbingan dan Konseling.
Kesalah pemahaman ini juga tidak
hanya dilihat dari hal-hal diatas namun menurut (Endang Ertiati
Suhesti:2012:...) mengemukakan bahwa ada 7 kesalahpmahaman dalam bimbingan dan
konseling. 7 kesalahpemahaman tersebut diulas sebagai berikut :
1. Konselor
sekolah (masih) dianggap polisi sekolah
Tidak jarang
konselor sekolah diberi tugas untuk mengurusi dan menghakimi para peserta didik
yang tidak mematuhi peraturan. Konselor sekolah ditugaskan untuk mencari para
peserta didik yang bersalah dan diberi wewenang mengambil tindakan bagi peserta
didik yang bersalah tersebut. Konselor sekolah didorong untuk mencari bukti -
bukti bahwa peserta didik tersebut bersalah. Dengan tugas semacam itu akan
membentuk stigma diantara para peserta didik bahwa konselor bertugas untuk
mengurusi para peserta didik yang menjadi “biang kerok” keributan atau yang
menyalahi peraturan. Sehingga jika ada peserta didik yang dipanggil atau
berurusan dengan konselor termasuk dalam kelompok peserta didik bermasalah.
Padahal
pandangan tersebut keliru, konselor sekolah bukan polisi yang selalu mencurigai
dan akan menangkap siapa saja yang bersalah. Konselor sekolah adalah kawan dan
kepercayaan peserta didik, menjadi tempat berbagi tentang apa yang dirasakan
dan dipikirkan mereka. Konselor sekolah harus perupaya untuk menjadi seorang
yang bisa menunjukkan jalan, membangun kekuatan dan kemauan individu menuju ke
arah yang lebih baik.
2. Konselor
sekolah dianggap dewa nasehat
Adanya perbedaan
usia yang lebih tua dengan pesert didik mendorong konselor untuk memberi
nasehat. Padahal bimbingan dan konseling dilakukan bukan hanya semata - mata
untuk memberikan nasehat. Menurut endang Ertiati dalam buku Priyanto Erman Anti
(1999:123) menegaskan bahwa pemberian nasehat hanya merupakan sebagian kecil
dari upaya - upaya bimbingan dan konseling. Lebih dari itu konseli membutuhkan
pelayanan lain, seperti mendapatkan layanan informasi, bimbingan belajar,
penempatan dan penyaluran. Oleh sebab itu, pelayanan bimbingn dan konseling
menyangkut keseluruhan kepentingan konseli untuk mengembangkan pribadinya
secara maksimal.
3. Bimbingan
dan konseling hanya untuk konseli - konseli tertentu saja
Pelayanan
bimbingan dan konseling disekolah tdak hanya terbatas pada beberapa individu
saja. Seluruh peserta didik mendapatkan hak yang sama dalam memperoleh layanan
bimbingan dan konseling, kapanpun juga. Bimbingan dan konseling tidak mengenal
penggolongan peserta didik berdasarkan kondisinya (misalnya jenis kelamin,
kelas sosial/ekonomi, agama, suku dan lain sebagainya). Penggolongan yang
dilakukan, hanya didasarkan klasifikasi masalah (Endang Ertati dalam buku
Prianto dan Erman Anti 1999:124)
4. Dalam
proses konseling konselor sekolah harus aktif
Saat proses konseling
berlangsung, seringkali konselor yang lebih aktif dalam berbicara dan memegang
kendali dengan kalimat - kalimat yang sarat nasehat atau dengan memperbanyak
bicara tentang dirinya. Hal ini perlu diminimalisir. Konselor sebaiknya
memahami kapan perlu berhenti bicara dihadapan konseli saat konseling
berlangsung. Upayakan untuk memberi ruang dan kesempatan konseli berbicara
sepenuhnya untuk menceritakan tentang apa yang dirasakan dan dipikirkannya.
Lebih jauh konselor berupaya untuk menggali lebih dalam akar penyebab maslah
yang sedang dihadapi konseli.
5. Tugas
dan fungsi konselor sekolah dapat dilakukan siapa saja.
Pada realitanya,
anggapan bahwa tugas konselor sekolah bisa dilakukan siapa saja masih banyak
ditemukan. Diantaranya mereka mempunyai pandangan bahwa konseling sama halnya
dengan pembicaraan biasa, sehingga siapapun bisa melakukannya.
6. Hasil
pekerjaan konselor sekolah harus segera dilihat
Tak bisa
dipungkiri bahwa yang diinginkan dalam dunia pendidikan adalah peserta didik
yang mempunyai perilaku dan kepribadian baik serta dapat mengembangkan diri
dengan optimal. Oleh karenanya, banyak pihak yang menghendaki hasil pekerjaan
bimbingan konseling segera dilihat agar tidak menghambat kemajuan pendidikan.
Padahal mengubah ke arah yang lebih baik tidak dapat dilakukan dalam hitungan
jam saja, butuh proses dan waktu yang relatif lama.
7. Menyamaratakan
cara pemecahan masalah bagi semua konseli
Seringkali upaya
penanganan dalam menghadapi masalah konseli disamaratakan karena masalah yang
ditangani juga sama. Perlu diingat bahwa setiap individu adalah unik, memiliki
perbedaan masing - masing, sehingga walaupun dengan masalah yang sama belum
tentu cara penanganannya sama. Cara apapun yang akan dipakai dalam membantu
mengatasi masalah sebaiknya perlu disesuaikan dengan kondisi pribadi konseli dn
berbagi hal yang terkait dengannya. Bahkan seringkali terjadi, untuk masalah
yang sama pun cara yang dipakai perlu dibedakan. Masalah yang tampaknya sama
setelah dikaji mendalam dapat memiliki hakikat berbeda, sehingga diperlukan
cara yang berbeda untuk mengatasinya.
Kesalahpahaman tersebut
pertama-tama perlu dicegah penyebarannya, dan kedua perlu diluruskan apabila di
inginkan agar gerakan pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya dapat
berjalan dan berkembang dengan baik sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan dan
praktek penyelenggaraannya. Adapun salah satu kesalahpahaman yang terjadi di
lapangan (sekolah) adalah anggapan bahwa konselor hanya sebagai alat pengawasan
atau polisi sekolah.
Masih banyak anggapan bahwa peranan konselor disekolah adalah sebagai
polisi sekolah yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin, dan
keamanan sekolah dan memiliki tugas utama dalam menangani siswa yang mengalami
masalah saja. Anggapan ini mengatakan “barang siapa diantara siswa-siswa
melanggar peraturan dan disiplin sekolah harus berurusan dengan dengan
konselor”. Tidak jarang pula konselor sekolah diserahi tugas mengusut
perkelahian ataupun pencurian. Konselor di tugaskan mencari siswa yang bersalah
dan diberi wewenang untuk mengambil tindakan bagi siwa-siswa yang bermasalah
itu. Konselor didorong untuk mencari bukti-bukti atau berusaha
agar siswa mengaku bahwa ia telah berbuat sesuatu yang tidak pada tempatnya
atau kurang wajar, atau merugikan. Seperti, konselor ditugasi mengungkapkan
agar siswa mengakui bahwa ia telah merokok di area sekolah dan sebagainya.
Dalam hubungan ini pengertian konselor adalah sebagai mata-mata yang mengintip
gerak-gerik siswa.
Dapat dibayangkan bagaimana tanggapan siswa terhadap konselor yang
mempunyai wajah seperti yang dijelaskan di atas. Adalah wajar siswa menjadi
takut dan tidak mau dekat dengan konselor. Disamping itu konselor juga dianggap
sebagai satu pihak yang
hanya menampung siswa-siswa yang rusak atau tidak beres (bermasalah) sehingga
siswa yang pernah berinterkasi dengan konselor dalam pelayanan bimbingan
konseling disekolah, dianggap sebagai siswa yang nakal dimata siswa yang lain.
Dalam hal ini bimbingan konseling sudah bukan lagi sebagai tempat tujuan para
siswa dalam memberikan fasilitas pelayanan seperti membantu mereka baik dalam
hal pemahaman diri dengan lingkungan belajarnya disekolah, pemecahan masalah
dari berbagai permasalahan yang dialaminya
disekolah dan lain sebagainya, melainkan sebagai tempat yang dihindari
bahkan sebagai tempat yang tidak harus
di kunjungi ataupun berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung dengan
lingkungan pelayanan bimbingan konseling. Sering pula dalam penanganan nya
terhadap siswa yang bersangkutan konselor memanggil siswa tersebut secara
langsung untuk menghadapnya tanpa melihat sedang apa dan dimana siswa tersebut,
entah itu masih dalam lingkungan proses belajar-mengajar atau saat ia sedang
berada dalam lingkungan kelompok nya. Ini kerap menimbulkan perasaan malu pada
siswa yang bersangkutan karena sudah di pandang sebagai siswa yang bermasalah
oleh siswa-siswa yang lain.
Berdasarkan pandangan diatas, adalah wajar bila siswa tidak mau datang
kepada konselor karena menganggap bahwa datang kepada konselor sama saja dengan
menunjukan aib seperti pandangan bahwa ia tidak dapat berdiri sendiri, ia
mengalami ketidak beresan, ia telah berbuat salah, atau predikat-predikat
negative lainnya.
Kesalahpahaman ini tenyata bukan hanya dalam pandangan para siswa
(konseli) terhadap peran konselor sebagai polisi sekolah. Namun, lebih dari itu
pelayanan yang diberikan oleh konselor dalam bimbingan konseling juga tidak
sesuai dengan konsep dasar-dasar bimbingan konseling seperti yang sudah
dijelaskan dalam kajian pustaka sebelumnya. Dalam kesalahpahaman ini, proses
pelayanan bimbingan dan konseling adalah berupa nasihat-nasihat atau
pengarahan-pengarahan tentang apa yang sebaiknya dilakukan oleh siswa (konseli).
Seperti saat siswa(konseli) sedang di bingungkan oleh pilihan dalam memilih
jurusan IPA, IPS atau BAHASA.
Dalam hal ini pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah sangat
berperan besar dalam membantu para siswa, karena untuk sebagian besar siswa(konseli)
kurang memiliki pemahaman terhadap dirinya sendiri, tentang potensi yang mereka
miliki dalam mengambil setiap keputusan. Disatu sisi, konselor sudah benar
dalam pelayanannya yakni bekerja sama dengan pihak wali kelas dalam pengelolaan
nilai-nilai para siswa(konseli) untuk mengetahui seberapa besar potensi siswa (konseli)
sebelum ia memilih jurusan. Tetapi kesalahpahamannya terletak pada :
1.
Konselor cenderung memberikan
nasihat dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling
2.
Konselor lebih cenderung memberikan
keputusan yang bersifat mempengaruhi para siswa (konseli)
dalam mengambil keputusannya
Contoh
kejadian :
Seorang
siswa A memiliki nilai raport yang sangat baik. Terlebih dalam nilai-nilai yang
mendukung siswa tersebut masuk dalam kelas jurusan IPA. Konselor sangat
mengharapkan siswa A masuk kedalam kelas jurusan IPA karena dilihat dari
potensinya ia akan dapat berkembang lebih baik dalam prestasi-prestasi program
IPA. Tidak disangka siswa A menginginkan masuk kelas jurusan IPS. Tentunya
Nilai-nilai raportnya juga memungkinkan ia dapat masuk dalam kelas jurusan
IPS. Namun saat memberikan pelayanan
bimbingan dan konseling konselor memberikan nasihat yang cenderung mempengaruhi
agar siswa A tersebut memilih jurusan IPA. Tentunya hal ini akan sangat
mempengaruhi dan membingungkan siswa(konseli) tersebut dalam memilih jurusan.
Dalam contoh singkat ini tidak banyak siswa yang memilih jurusan bukan
karena pilihan berdasarkan keputusan mereka sendiri melainkan keputusan
konselor. Yang mana para siswa meyakini bahwa konselor lebih memahami potensi
yang mereka miliki ketimbang dari pemahaman mereka sendiri terhadap potensinya.
3.
Kesalahan
dalam pelayanan juga terletak pada sarana dan prasarana bimbingan dan
konseling. Pada kenyataannya ditemukan kesalahan seperti tidak disediakannya
ruangan pelayanan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling dalam
pelayanannya dilakukan di dalam kantor sekolah sehingga membuat siswa(konseli)
merasa tidak nyaman dalam pelayanan tersebut. Banyak alasan yang mendasari
mengapa tidak disediaknnya ruangan bimbingan dan konseling tersebut salah
satunya yakni karena sekolah tergolong sekolah baru berdiri sehingga ruangan
bimbingan dan konseling di nomerkan sekian dari pada penyediaan ruangan lainnya
yang lebih dianggap penting. Ditahun-tahun berikutnya karena dirasa semakin
perlu penyediaan ruangan bimbingan dan konseling akhirnya pihak sekolah
menyediakan ruangan khusus untuk pelayanan tersebut, akan tetapi ruangan
berpindah-pindah karena tetap dengan alas an yang sama yakni sekolah masih
tergolong baru berdiri sehingga masih belum sistematis dalam penataan tata
ruang sekolah. Dari kebingungan yang ditimbulkan sendiri oleh pihak sekolah
tentang tata letak ruang bimbingan dan konseling yang berpindah-pindah,
tentunya juga akan membingungkan siswa(konseli) dalam keinginannya mendapatkan
pelayanan bimbingan dan konseling,
sehingga tidak banyak siswa(konseli) menjadi enggan untuk mendapatkan
pelayan bimbingan dan konseling. Padahal, sarana prasarana juga termasuk pelayanan dari
bimbingan dan konseling yang harus diutamakan seperti ruangan bimbingan dan
konseling. Karena, ruang bimbingan dan konseling merupakan salah satu sarana
penting yang turut mempengaruhi keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling
disekolah. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling,
pengadaan ruang bimbingan dan konseling perlu mempertimbangkan letak atau
lokasi, ukuran, jenis, dan jumlah ruangan, serta berbagai fasilitas pendukung
lainnya.
Lokasi atau letak ruang bimbingan dan konseling di suatu sekolah dipilih
lokasi yang mudah diakses(strategis) oleh siswa(konseli) tetapi tidak terbuka.
Dengan demikian seluruh konseli bisa dengan mudah dan tertarik mengunjungi
ruang bimbingan dan konseling, dan prinsip-prinsip condifidental tetap terjaga.
Jelas bahwa pelayanan bimbingan dan konseling diatas sangat jauh dari
konsep dasar bimbingan dan konseling.
Pelayanan bimbingan dan konseling sudah dapat dikatakan menyimpang dari
konsep dasar bimbingan dan konseling yang seharusnya. Untuk lebih menekankan
konsep pelayanan bimbingan dan konseling, maka perlu di berikan penjelasan yang
lebih tentang bagaimana seharusnya pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah
sesuai dengan konsep dasar bimbingan dan konseling.
E.
Pelayanan
Bimbingan dan Konseling Disekolah berdasarkan Konsep Dasar Bimbingan dan
Konseling.
Bimbingan dan konseling disekolah dapat memainkan peranan yang amat
berarti dalam melayani kepentingan siswa, khususnya yang belum terpenuhi secara
baik. Dalam hal ini peranan bimbingan dan konseling ialah menunjang seluruh
usaha sekolah demi keberhasilan anak didik.
Jika dibilang bahwa layanan bimbingan dan konseling hanya di peruntukan
kepada anak yang bermasalah saja, bahkan konselor juga dianggap sebagai polisi
sekolah, tentu saja ada beberapa alasan mengapa anggapan atau predikat-predikat
negatif ini muncul. Padahal, sebaliknya dari segenap anggapan yang merugikan
itu, disekolah konselor haruslah menjadi teman dan kepercayaan siswa. Disamping
petugas-petugas lainnya disekolah, konselor hendaknya menjadi tempat pencurahan
kepentingan siswa, pencurahan apa yang terasa dihati dan terpikirkan oleh
siswa. Petugas bimbingan dan konseling bukanlah pengawas ataupun polisi sekolah
yang selalu mencurigai dan akan menangkap siapa saja yang bersalah. Petugas
bimbingan dan konseling adalah kawan pengiring, penunjuk jalan, pembangun
kekuatan, dan Pembina tingkah laku-tingkah laku positif yang dikehendaki.
Petugas bimbingan dan konseling hendaknya bisa menjadi sitawar-sidingan bagi siapapun yang datang kepadanya. Dengan
pandangan sikap, keterampilan, dan penampilan konselor siswa ataupun siapapun
yang berhubungan dengan konselor akan memperoleh suasana sejuk dan memberi
harapan. Tentunya pelayanan bimbingan dan konseling yang seperti inilah yang
selalu diharapkan di sekolah-sekolah. Karena itu perlu juga kerjasama antara
pihak-pihak sekolah dalam meluruskan anggapan-anggapan yang salah mengenai
bimbingan dan konseling.
Adapun pelurusan mengenai pelayanan bimbingan dan konseling yang tidak
kalah penting adalah bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang yang
berupa pemberian nasihat. Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil
dari upaya-upaya bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling
menyangkut seluruh kepentingan konseli dalam rangka pengembangan pribadi
konseli secara optimal. Disamping memerlukan pemberian nasihat konseli sesuai
dengan masalah yang dihadapinya, memerlukan pula pelayanan lain, seperti
pemberian informasi, penempatan dan penyaluran, konseling, bimbingan belajar,
pengalihtanganan kepada petugas yang lebih ahli dan berwenang, layanan kepada
orangtua siswa dan sebagainya. Tentunya pelayanan bimbingan dan konseling harus
berdasarkan fungsi, prinsip dan asas bimbingan dan konseling yang sudah
dijelaskan di awal makalah ini sebelumnya, sehingga dapat tercapai tujuan dari
bimbingan dan konseling di sekolah.
Pada kesalahpahaman penjelasan sebelumnya yakni bahwa konselor cenderung
mengambil keputusan bagi konseli dalam menyelasaikan permasalahannya, jelas
salah besar. Perlu di ingat kembali prinsip yang berkenaan dengan pelaksanaan
pelayanan yakni; dalam bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan
hendak dilakukan oleh konseli(siswa) hendaknya atas kemauan konseli(siswa)
sendiri, bukan karena kemauan atas desakan dari pembimbingnya(konselor).
Sebagian siswa beralasan mereka tidak mampu menangani persoalannya dan lebih
percaya kepada keputusan pembimbingnya(konselor) karena dalam hal ini siswa
menganggap pembimbing(konselor) lebih ahli, lebih berpengalaman dan lebih paham
terhadap potensi yang dimiliki siswanya(konseli) sehingga dengan mudah dapat
menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Disinilah konselor perlu menggaris
bawahi dan meluruskan kembali pemahaman siswanya(konseli) yang salah dengan
kembali pada prinsip bimbingan dan konseling yakni mengarahkan
siswanya(konseli) agar mampu membimbing diri sendiri dalam mengambil keputusan
dan menghadapi permasalahannya. Bukan sebaliknya, konselor memberi
penyelesaiaan dengan memberikan keputusan kepada siswanya(konseli) apa yang
harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan.
Konselor dalam hal ini juga harus melakukan upaya-upaya tindak lanjut
serta mensinkronisasikan upaya yang satu dengan upaya yang lainnya sehingga
keseluruhan upaya itu menjadi suatu rangkaian yang terpadu dan
berkesinambungan.
Penegasan diatas adalah penegakan dan penumbuhkembangkan pelayanan
bimbingan dan konseling disekolah yang merupakan suatu upaya bantuan yang
dilakukan sebagai usaha yang laras, unik, human, dalam suasana keahlian dan
yang didasarkan oleh norma-norma yang berlaku, agar konseli(siswa) memperoleh
konsep diri dan kepercayaan diri sendiri dalam memperbaiki tingkah lakunya pada
saat ini dan mungkin masa depan serta dalam setiap mengambil keputusan maupun
menyelesaikan permasalahn yang dihadapinya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bimbingan
dan Konseling adalah proses pemberian bantuan secara sistematis dan kontinyu
oleh seorang konselor kepada konseli melalui wawancara konseling sesuai dengan
norma yang berlaku agar teratasinya masalah konseli dan untuk mencapai
kebahagiaan, kemandirian, kesejahteraan, perkembangan optimal, dan aktualisasi
diri yang semuanya itu mengarah pada KES (kehidupan efektif sehari-hari).
Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling harus sesuai dengan tujuan, asas-asas,
prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling. Konselor harus memiliki kompetensi dan
kualifikasi serta mengerti dan dapat menerapkan kode etik konselor agar dalam
menjalankan tugasnya tidak menimbulkan kesalahpahaman terhadap Bimbingan dan
Konseling.
Kesalahpahaman dalam pelayanan bimbingan
dan konseling di sekolah antara lain :
1.
Konselor
berperan sebagai polisi sekolah
2.
Konselor
cenderung menasehati dan memberikan keputusan kepada konseli dalam pelayanan
bimbingan dan konseling
3.
Sarana dan
prasarana dalam pelayanan bimbingan dan konseling yang kurang memadai karena
anggapan sarana dan prasarana pelayanan bimbingan dan konseling adalah tidak
terlalu penting.
Beberapa kesalahpahaman ini muncul
akibat dari kurangnya pemahaman terhadap konsep dasar bimbingan dan konseling
baik dalam prinsip, fungsi, asas dan tujuan dari pelayanan bimbingan dan
konseling di sekolah.
Pelayanan Bimbingan dan Konseling disekolah
berdasarkan Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling adalah berupa pelayanan
sebagai upaya bantuan yang dilakukan sebagai usaha yang laras, unik, human,
dalam suasana keahlian dan yang didasarkan oleh norma-norma yang berlaku, agar
konseli(siswa) memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri dalam
memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan mungkin masa depan serta dalam
setiap mengambil keputusan maupun menyelesaikan permasalahn yang dihadapinya
B.
Sarsn
1.
Sebaiknya
konselor memberikan dan memperjelas pengertian tentang tugas maupun fungsinya
di dalam komponen sekolah, sehingga baik pihak sekolah maupun pihak
konseli(siswa) tidak disalah mengartikan posisi dan fungsi dari konselor itu
sendiri.
2.
Sebaiknya
konselor lebih memahami konsep dasar bimbingan dan konseling dalam setiap
pelayanan nya terhadap permasalahan yang dihadapi konseli sehingga kesalahan
dalam pelayanan bimbingan dan konseling tidak harus terjadi.
3.
Sarana dan
prasarana penunjang kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah perlu
dibenahi sesuai dengan mempertimbangkan letak, lokasi, ukuran, jenis, dan
jumlah ruangan serta berbagai fasilitas pendukung lainnya karena sarana dan
prasarana turut mempengaruhi keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
DAFTAR
PUSTAKA
Ertiati Suhesti Endang . 2012 . Bagaimana
Konselor Sekolah Bersikap? . Yogyakarta : Pustaka Belajar
Priyatno. 1994. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdikbud
Prayitno, H. & Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan
& Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Santoso, Djoko. 2011. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Malang: tanpa penerbit
Sukardi, Dewa. 2000. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta:
PT Rineka Cipta
Walgito, Bimo. 1985. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan
Fakultas Psikologi UGM
Wingkel, W.S. dan M.M. Sri Hastuti. 2012. Bimbingan dan
Konseling Di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.
Yusuf, Syamsu & Juntika Nurihsan. 2006. Landasan
Bimbingan & Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
http://maghfirotulamalia.blogspot.com/2014/04/kesalahpahaman-layanan-bimbingan-dan.html, di unduh paa hari senin, 30 maret 2015 pukul 12:16
http://sariprasetya.blogspot.com/2013/06/kesalahpahaman-pandangan.html,
Di unduh pada hari senin, 30 maret 2015 pukul 11:54
Satu makalah penuh
BalasHapusMantap
www.duniaremaja.xyz
nice jelas dan sangat membantu
BalasHapusbiografi nabi muhammad
Best 777 Casino Site - Lucky Club Live
BalasHapusThe 777 Casino is a brand new, high-class gaming facility that provides an exciting gaming experience unlike anything you've seen before. luckyclub Play our exciting 777
Sangat membantu, terima kasih banyak
BalasHapus