Halaman

Rabu, 10 Februari 2016

Kesalahpahaman Bimbingan dan Konseling



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral spiritual).
Usaha layanan bimbingan serta pemberian bantuan melalui usaha layanan konseling tersebut adalah sangat penting. Bahkan ada ahli yang mengatakan bahwa “Layanan konseling adalah merupakan jantung hati dari usaha layanan bimbingan secara keseluruhan”. Oleh karena itu para petugas dalam bidang bimbingan dan konseling kiranya memahami dan dapat melaksanakan usaha layanan konseling itu dengan sebaik-baiknya, dengan berdasarkan pada prinsip, asas dan tujuan dari bimbingan dan konseling.
Dengan demikian implementasi bimbingan dan konseling di sekolah diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli(siswa), yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, karir, atau terkait dengan pengembangan pribadi konseli(siswa) sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, social dan spiritual).
Akan tetapi pada pelaksanaan bimbingan dan konseling masih banyak terdapat kesalahpemahan antara konselor ataupun dengan konseli. Maka dari itu disini penyusun ingin memaparkan bebrapa kesalahpemahaman dalam bimbingan dan konseling yang terjadi di sekolah.

B.     Rumusan Masalah
1.         Apa pengertian dari pengertian bimbingan dan konseling?
2.         Seperti Apakah tujuan dari bimbingan dan konseling?
3.         Bagaimana paradigma dari bimbingan dan konseling?
4.         Bagaimana kesalahpahaman yang terjadi dalam pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah?
5.         Bagaimana Pelayanan Bimbingan dan Konseling disekolah berdasarkan Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling?  

C.    Tujuan
1.         Mengetahui dan memahami pengertian bimbingan dan konseling
2.         Mengetahui dan memahami tujuan dari bimbingan dan konseling
3.         Memahami paradigma bimbingan dan konseling
4.         kesalahpahaman yang terjadi dalam pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
5.         Mengetahui Pelayanan Bimbingan dan Konseling disekolah berdasarkan Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling.

 
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku” (Prayitno, 2004: 99)
Bimbingan merupakan pemberian pertolongan, dan pertolongan inilah merupakan hal yang prinsippiil. Tetapi sekalipun bimbingan itu merupakan pertolongan, namun tidak semua pertolongan merupakan bimbingan. Bimbingan masih memerlukan sifat-sifat yang lain, membutuhkan syarat tertentu, bentuk tertentu, prosedur tertentu, pelaksanaan tertentu sesuai dengan prinsip dan tujuannya.
Bimbingan merupakan suatu tuntutan, ini mengandung arti bahwa didalam memberikan bantuan itu bila keadaan menuntut adalah kewajiban bagi para pembimbing memberikan bimbingan secara aktif kepada yang dibimbingnya.
Pada hakekatnya bimbingan dan konseling adalah pengembangan ide pembaharuan bagi masyarakat pada umumnya, bagi dunia pendidikan pada khususnya, baik pendidikan formal dalam sekolah maupun pendidikan informal diluar sekolah.

Prayitno (2004: 105) berpendapat bahwa “konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien”.
Konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalahnya kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya. Konseling juga dapat diartikan sebagai proses interaksi antara konselor dengan konseli baik secara langsung (tatap muka) atau tidak langsung (melalui media: internet atau telepon) dalam rangka membantu konseli agar dapat mengembangkan potensi dirinya atau memecahkan masalah yang dialaminya. Dalam hal ini harus selalu di ingat agar individu pada akhirnya dapat memecahkan masalahnya dengan kemampuan sendiri. Dengan demikian maka konseli tetap dalam keadaan aktif, memupuk kesanggupannya didalam memecahkan setiap persoalan yang mungkin akan dihadapi dalam kehidupannya.
Diatas telah dikemukakan tentang kedua macam pengertian itu. Timbullah kemudian suatu pertanyaan bagaimanakah hubungan antara kedua pengertian itu. Apabila kita teliti antara pengertian bimbingan dan pengertian konseling memang kita dapati adanya kesamaannya disamping adanya sifat-sifat yang khas yang ada pada konseling itu.
Karena adanya sifat-sifat yang khas inilah maka dipakailah istilah konseling disamping istilah bimbingan. Sekalipun dikemukakan adanya segi persamaan disamping adanya segi perbedaan antara kedua pengertian itu, bukan tidak ada maksud memisahkan kedua pengertian itu satu dengan yang lainnya, karena didalam praktek keduanya saling sangkut menyangkut dan isi mengisi dengan yang lainnya, bimbingan menyangkut konseling dan sebaliknya konseling menyangkut bimbingan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Bimbingan dan Konseling adalah proses pemberian bantuan secara sistematis dan kontinyu oleh seorang konselor kepada konseli melalui wawancara konseling sesuai dengan norma yang berlaku agar teratasinya masalah konseli dan untuk mencapai kebahagiaan, kemandirian, kesejahteraan, perkembangan optimal, dan aktualisasi diri yang semuanya itu mengarah pada KES (kehidupan efektif sehari-hari).



B.       Tujuan Bimbingan dan Konseling
Tujuan umum Bimbingan dan Konseling menurut Prayitno (2004: 114) adalah membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan prediposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Bimbingan dan konseling membantu individu untuk menjadi insan yang berguna bagi kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pendangan, interpretasi, pilihan, penyesuaian, dan ketrampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungannya.
Tujuan khusus Bimbingan dan Konseling menurut Prayitno (2004: 114) adalah penjabaran tujuan umum tersebut yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya itu. Oleh karena itu tujuan khusus bimbingan dan konseling seorang individu berbeda dengan individu lainnya.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan umum bimbingan konseling adalah mencapai kebahagiaan, kemandirian, kesejahteraan, perkembangan optimal, dan aktualisasi diri. Tujuan khusus dari Bimbingan dan Konseling yaitu pemecahan masalah. Baik tujuan umum dan tujuan khusus, semuanya mengarah pada KES (kehiduan efektif sehari-hari).

C.      Paradigma Bimbingan dan Konseling
Paradigma Bimbingan dan Konseling adalah pelayanan bantuan psiko-pendidikan dalam bingkai budaya. Artinya, pelayanan konseling berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi pendidikan serta psikologi yang dikemas dalam kaji terapan pelayanan konseling yang diwarnai oleh budaya lingkungan peserta didik.
Perlu adanya bimbingan dan konseling adalah suatu hal yang wajar bahwa individu perlu mengenali dirinya dengan sebaik-baiknya. Dengan mengenal dirinya ini seorang individu akan dapat bertindak dengan tepat. Sesuai dengan kemampuan-kemampuan yang ada padanya. Tetapi tidak semua individu mampu dapat sampai pada kemampuan ini. Bagi mereka ini sangat diperlukan pertolongan atau bantuan dari orang lain, dan hal ini dapat diberikan oleh “Bimbingan dan Konseling”.

D.      Kesalahpahaman dalam Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan barang impor yang pengembangannya di Indonesia masih tergolong baru. Apabila untuk penggunaan istilah saja, terutama istilah penyuluhan dan konseling, masih belum ada kesepakatan semua pihak, maka dapat dimengerti kalau sampai sekarang masih banyak kesalahpahaman dalam bidang bimbingan dan konseling. Kesalahpahaman itu lebih mungkin lagi terjadi mengingat pelayanan bimbingan konseling dalam waktu yang relative tidak begitu lama telah tersebar luas. Terutama kesekolah-sekolah, diseluruh pelosok tanah air.
Banyak faktor yang mempengaruhi kesalahpahaman pandangan terhadap bimbingan dan konseling, salah satunya adalah latarbelakang pendidikan guru bimbingan di sekolah. Awal tahun 1960 pakar mengatakan bahwa perlu Bimbingan dan Konseling di sekolah tetapi tenaga atau guru BK yang profesional belum ada. Jadi diangkatlah guru mata pelajaran sebagai guru BK dan kisah ini berlanjut sampai sekarang. Guru BK tersebut dalam menjalankan tugasnya banyak yang tidak sesuai dengan tujuan, asas-asas, dan prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling. Dari satu faktor ini, memicu banyak kesalahpahaman terhadap Bimbingan dan Konseling di sekolah.
Kesalahpahaman yang terjadi selajutnya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan kepala sekolah tentang Bimbingan dan Konseling itu sendiri antara lain tugas-tugas yang bukan merupakan tanggung jawab guru BK dilimpahkan kepada guru BK. Bimbingan dan Konseling seperti dianggap tong sampah. Ada anak tidak masuk sekolah, anak sakit, anak terlambat ditangani oleh guru BK, padahal hal tersebut merupakan tanggung jawab bidang kesiswaan. Banyak siswa yang menganggap BK itu polisi sekolah. Setiap pagi menghadang di pintu gerbang sekolah, memeriksa kertertiban berpakaian dari ujung rambut sampai ujung kaki. Kemudian di lingkungan sekolah seperti mencari buronan siswa yang melanggar tata tertib. Guru BK juga merazia peserta didik dan mencari pencuri bila terjadi kehilangan di kelas/sekolah.
Bimbingan dan Konseling dianggap hanya menangani siswa yang bermasalah saja. Ketika seorang siswa terkena masalah, guru BK baru turun untuk menanganinya. Bimbingan dan Konseling dahulu bernama Bimbingan dan Penyuluhan (BP). Perbedaannya yaitu Bimbingan dan Penyuluhan hanya menangani siswa yang bermasalah, sedangkan Bimbingan dan Konseling bukan hanya siswa yang bermasalah saja tetapi untuk semua siswa terutama yang membutuhkan. Selain itu konselor juga sering menampilkan "profil orang tua" dari pada "profil konselor" yaitu Bimbingan dan Konseling hanya dianggap sebagai layanan pemberian nasehat, hal ini diperkuat dengan semakin bertambah usia konselor maka ada kecenderungan untuk memberikan nasehat saja dari pada upaya pemecahan masalah.
Konselor dalam menjalankan tugasnya harus secara profesional dan tidak menyebabkan kesalahpahaman diantara siswa-siswi. Konselor harus memiliki kualifikasi akademik sesuai dengan UU No. 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor (SKAKK) yaitu :
1.      Sarjana Pendidikan (S1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling
2.      Berpendidikan Profesi Konselor
Konselor juga harus memiliki 4 kompetensi yaitu :
a.       Kompetensi Pedagogik, terdiri atas :
1)        Menguasai teori dan praksis pendidikan.
2)        Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseli.
3)        Menguasai esensi pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang pendidikan.
b.      Kompetensi Kepribadian, terdiri atas :
1)        Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2)        Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, dan kebebasan memilih.
3)        Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat.
4)        Menampilkan kinerja berkualitas tinggi.
c.       Kompetensi Sosial, terdiri atas :
1)        Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja.
2)        Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi Bimbingan dan Konseling.
3)        Mengimplementasikan kolaborasi antar profesi.
d.      Kompetensi Profesionalitas, terdiri atas :
1)        Menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli.
2)        Menguasai kerangka teoritik dan praksis Bimbingan dan Konseling.
3)        Merancang program Bimbingan dan Konseling.
4)        Mengimplementasikan program Bimbingan dan Konseling yang komprehensif.
5)        Menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling.
6)        Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional.
7)        Menguasai konsep dan praksis penelitian dalam Bimbingan dan Konseling.
Berdasarkan syarat-syarat kualifikasi dan kompetensi tersebut, diharapkan konselor memiliki keterampilan dasar konseling, memiliki pengetahuan, pemahaman, dan bisa mengimplementasikan layanan Bimbingan dan Konseling secara benar sesuai dengan tujuan, asas-asas, dan prinsip-prinsip dalam Bimbingan dan Konseling.
Kesalah pemahaman ini juga tidak hanya dilihat dari hal-hal diatas namun menurut (Endang Ertiati Suhesti:2012:...) mengemukakan bahwa ada 7 kesalahpmahaman dalam bimbingan dan konseling. 7 kesalahpemahaman tersebut diulas sebagai berikut :

1. Konselor sekolah (masih) dianggap polisi sekolah
Tidak jarang konselor sekolah diberi tugas untuk mengurusi dan menghakimi para peserta didik yang tidak mematuhi peraturan. Konselor sekolah ditugaskan untuk mencari para peserta didik yang bersalah dan diberi wewenang mengambil tindakan bagi peserta didik yang bersalah tersebut. Konselor sekolah didorong untuk mencari bukti - bukti bahwa peserta didik tersebut bersalah. Dengan tugas semacam itu akan membentuk stigma diantara para peserta didik bahwa konselor bertugas untuk mengurusi para peserta didik yang menjadi “biang kerok” keributan atau yang menyalahi peraturan. Sehingga jika ada peserta didik yang dipanggil atau berurusan dengan konselor termasuk dalam kelompok peserta didik bermasalah.
Padahal pandangan tersebut keliru, konselor sekolah bukan polisi yang selalu mencurigai dan akan menangkap siapa saja yang bersalah. Konselor sekolah adalah kawan dan kepercayaan peserta didik, menjadi tempat berbagi tentang apa yang dirasakan dan dipikirkan mereka. Konselor sekolah harus perupaya untuk menjadi seorang yang bisa menunjukkan jalan, membangun kekuatan dan kemauan individu menuju ke arah yang lebih baik.
2. Konselor sekolah dianggap dewa nasehat
Adanya perbedaan usia yang lebih tua dengan pesert didik mendorong konselor untuk memberi nasehat. Padahal bimbingan dan konseling dilakukan bukan hanya semata - mata untuk memberikan nasehat. Menurut endang Ertiati dalam buku Priyanto Erman Anti (1999:123) menegaskan bahwa pemberian nasehat hanya merupakan sebagian kecil dari upaya - upaya bimbingan dan konseling. Lebih dari itu konseli membutuhkan pelayanan lain, seperti mendapatkan layanan informasi, bimbingan belajar, penempatan dan penyaluran. Oleh sebab itu, pelayanan bimbingn dan konseling menyangkut keseluruhan kepentingan konseli untuk mengembangkan pribadinya secara maksimal.
3. Bimbingan dan konseling hanya untuk konseli - konseli tertentu saja
Pelayanan bimbingan dan konseling disekolah tdak hanya terbatas pada beberapa individu saja. Seluruh peserta didik mendapatkan hak yang sama dalam memperoleh layanan bimbingan dan konseling, kapanpun juga. Bimbingan dan konseling tidak mengenal penggolongan peserta didik berdasarkan kondisinya (misalnya jenis kelamin, kelas sosial/ekonomi, agama, suku dan lain sebagainya). Penggolongan yang dilakukan, hanya didasarkan klasifikasi masalah (Endang Ertati dalam buku Prianto dan Erman Anti 1999:124)
4. Dalam proses konseling konselor sekolah harus aktif
Saat proses konseling berlangsung, seringkali konselor yang lebih aktif dalam berbicara dan memegang kendali dengan kalimat - kalimat yang sarat nasehat atau dengan memperbanyak bicara tentang dirinya. Hal ini perlu diminimalisir. Konselor sebaiknya memahami kapan perlu berhenti bicara dihadapan konseli saat konseling berlangsung. Upayakan untuk memberi ruang dan kesempatan konseli berbicara sepenuhnya untuk menceritakan tentang apa yang dirasakan dan dipikirkannya. Lebih jauh konselor berupaya untuk menggali lebih dalam akar penyebab maslah yang sedang dihadapi konseli.
5. Tugas dan fungsi konselor sekolah dapat dilakukan siapa saja.
Pada realitanya, anggapan bahwa tugas konselor sekolah bisa dilakukan siapa saja masih banyak ditemukan. Diantaranya mereka mempunyai pandangan bahwa konseling sama halnya dengan pembicaraan biasa, sehingga siapapun bisa melakukannya.
6. Hasil pekerjaan konselor sekolah harus segera dilihat
Tak bisa dipungkiri bahwa yang diinginkan dalam dunia pendidikan adalah peserta didik yang mempunyai perilaku dan kepribadian baik serta dapat mengembangkan diri dengan optimal. Oleh karenanya, banyak pihak yang menghendaki hasil pekerjaan bimbingan konseling segera dilihat agar tidak menghambat kemajuan pendidikan. Padahal mengubah ke arah yang lebih baik tidak dapat dilakukan dalam hitungan jam saja, butuh proses dan waktu yang relatif lama.
7. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua konseli
Seringkali upaya penanganan dalam menghadapi masalah konseli disamaratakan karena masalah yang ditangani juga sama. Perlu diingat bahwa setiap individu adalah unik, memiliki perbedaan masing - masing, sehingga walaupun dengan masalah yang sama belum tentu cara penanganannya sama. Cara apapun yang akan dipakai dalam membantu mengatasi masalah sebaiknya perlu disesuaikan dengan kondisi pribadi konseli dn berbagi hal yang terkait dengannya. Bahkan seringkali terjadi, untuk masalah yang sama pun cara yang dipakai perlu dibedakan. Masalah yang tampaknya sama setelah dikaji mendalam dapat memiliki hakikat berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasinya.
Kesalahpahaman tersebut pertama-tama perlu dicegah penyebarannya, dan kedua perlu diluruskan apabila di inginkan agar gerakan pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya dapat berjalan dan berkembang dengan baik sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan dan praktek penyelenggaraannya. Adapun salah satu kesalahpahaman yang terjadi di lapangan (sekolah) adalah anggapan bahwa konselor hanya sebagai alat pengawasan atau polisi sekolah.
Masih banyak anggapan bahwa peranan konselor disekolah adalah sebagai polisi sekolah yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin, dan keamanan sekolah dan memiliki tugas utama dalam menangani siswa yang mengalami masalah saja. Anggapan ini mengatakan “barang siapa diantara siswa-siswa melanggar peraturan dan disiplin sekolah harus berurusan dengan dengan konselor”. Tidak jarang pula konselor sekolah diserahi tugas mengusut perkelahian ataupun pencurian. Konselor di tugaskan mencari siswa yang bersalah dan diberi wewenang untuk mengambil tindakan bagi siwa-siswa yang bermasalah itu. Konselor didorong untuk mencari bukti-bukti atau berusaha agar siswa mengaku bahwa ia telah berbuat sesuatu yang tidak pada tempatnya atau kurang wajar, atau merugikan. Seperti, konselor ditugasi mengungkapkan agar siswa mengakui bahwa ia telah merokok di area sekolah dan sebagainya. Dalam hubungan ini pengertian konselor adalah sebagai mata-mata yang mengintip gerak-gerik siswa.
Dapat dibayangkan bagaimana tanggapan siswa terhadap konselor yang mempunyai wajah seperti yang dijelaskan di atas. Adalah wajar siswa menjadi takut dan tidak mau dekat dengan konselor. Disamping itu konselor juga dianggap sebagai satu pihak yang hanya menampung siswa-siswa yang rusak atau tidak beres (bermasalah) sehingga siswa yang pernah berinterkasi dengan konselor dalam pelayanan bimbingan konseling disekolah, dianggap sebagai siswa yang nakal dimata siswa yang lain. Dalam hal ini bimbingan konseling sudah bukan lagi sebagai tempat tujuan para siswa dalam memberikan fasilitas pelayanan seperti membantu mereka baik dalam hal pemahaman diri dengan lingkungan belajarnya disekolah, pemecahan masalah dari berbagai permasalahan yang dialaminya  disekolah dan lain sebagainya, melainkan sebagai tempat yang dihindari bahkan  sebagai tempat yang tidak harus di kunjungi ataupun berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung dengan lingkungan pelayanan bimbingan konseling. Sering pula dalam penanganan nya terhadap siswa yang bersangkutan konselor memanggil siswa tersebut secara langsung untuk menghadapnya tanpa melihat sedang apa dan dimana siswa tersebut, entah itu masih dalam lingkungan proses belajar-mengajar atau saat ia sedang berada dalam lingkungan kelompok nya. Ini kerap menimbulkan perasaan malu pada siswa yang bersangkutan karena sudah di pandang sebagai siswa yang bermasalah oleh siswa-siswa yang lain.
Berdasarkan pandangan diatas, adalah wajar bila siswa tidak mau datang kepada konselor karena menganggap bahwa datang kepada konselor sama saja dengan menunjukan aib seperti pandangan bahwa ia tidak dapat berdiri sendiri, ia mengalami ketidak beresan, ia telah berbuat salah, atau predikat-predikat negative lainnya.
Kesalahpahaman ini tenyata bukan hanya dalam pandangan para siswa (konseli) terhadap peran konselor sebagai polisi sekolah. Namun, lebih dari itu pelayanan yang diberikan oleh konselor dalam bimbingan konseling juga tidak sesuai dengan konsep dasar-dasar bimbingan konseling seperti yang sudah dijelaskan dalam kajian pustaka sebelumnya. Dalam kesalahpahaman ini, proses pelayanan bimbingan dan konseling adalah berupa nasihat-nasihat atau pengarahan-pengarahan tentang apa yang sebaiknya dilakukan oleh siswa (konseli). Seperti saat siswa(konseli) sedang di bingungkan oleh pilihan dalam memilih jurusan  IPA, IPS atau BAHASA.
Dalam hal ini pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah sangat berperan besar dalam membantu para siswa, karena untuk sebagian besar siswa(konseli) kurang memiliki pemahaman terhadap dirinya sendiri, tentang potensi yang mereka miliki dalam mengambil setiap keputusan. Disatu sisi, konselor sudah benar dalam pelayanannya yakni bekerja sama dengan pihak wali kelas dalam pengelolaan nilai-nilai para siswa(konseli) untuk mengetahui seberapa besar potensi siswa (konseli) sebelum ia memilih jurusan. Tetapi kesalahpahamannya terletak pada :
1.      Konselor cenderung memberikan nasihat dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling
2.      Konselor lebih cenderung memberikan keputusan yang bersifat mempengaruhi para siswa (konseli) dalam mengambil keputusannya
Contoh kejadian :
Seorang siswa A memiliki nilai raport yang sangat baik. Terlebih dalam nilai-nilai yang mendukung siswa tersebut masuk dalam kelas jurusan IPA. Konselor sangat mengharapkan siswa A masuk kedalam kelas jurusan IPA karena dilihat dari potensinya ia akan dapat berkembang lebih baik dalam prestasi-prestasi program IPA. Tidak disangka siswa A menginginkan masuk kelas jurusan IPS. Tentunya Nilai-nilai raportnya juga memungkinkan ia dapat masuk dalam kelas jurusan IPS.  Namun saat memberikan pelayanan bimbingan dan konseling konselor memberikan nasihat yang cenderung mempengaruhi agar siswa A tersebut memilih jurusan IPA. Tentunya hal ini akan sangat mempengaruhi dan membingungkan siswa(konseli) tersebut dalam memilih jurusan.
Dalam contoh singkat ini tidak banyak siswa yang memilih jurusan bukan karena pilihan berdasarkan keputusan mereka sendiri melainkan keputusan konselor. Yang mana para siswa meyakini bahwa konselor lebih memahami potensi yang mereka miliki ketimbang dari pemahaman mereka sendiri terhadap potensinya.
3.      Kesalahan dalam pelayanan juga terletak pada sarana dan prasarana bimbingan dan konseling. Pada kenyataannya ditemukan kesalahan seperti tidak disediakannya ruangan pelayanan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling dalam pelayanannya dilakukan di dalam kantor sekolah sehingga membuat siswa(konseli) merasa tidak nyaman dalam pelayanan tersebut. Banyak alasan yang mendasari mengapa tidak disediaknnya ruangan bimbingan dan konseling tersebut salah satunya yakni karena sekolah tergolong sekolah baru berdiri sehingga ruangan bimbingan dan konseling di nomerkan sekian dari pada penyediaan ruangan lainnya yang lebih dianggap penting. Ditahun-tahun berikutnya karena dirasa semakin perlu penyediaan ruangan bimbingan dan konseling akhirnya pihak sekolah menyediakan ruangan khusus untuk pelayanan tersebut, akan tetapi ruangan berpindah-pindah karena tetap dengan alas an yang sama yakni sekolah masih tergolong baru berdiri sehingga masih belum sistematis dalam penataan tata ruang sekolah. Dari kebingungan yang ditimbulkan sendiri oleh pihak sekolah tentang tata letak ruang bimbingan dan konseling yang berpindah-pindah, tentunya juga akan membingungkan siswa(konseli) dalam keinginannya mendapatkan pelayanan bimbingan dan konseling,  sehingga tidak banyak siswa(konseli) menjadi enggan untuk mendapatkan pelayan bimbingan dan konseling. Padahal, sarana  prasarana juga termasuk pelayanan dari bimbingan dan konseling yang harus diutamakan seperti ruangan bimbingan dan konseling. Karena, ruang bimbingan dan konseling merupakan salah satu sarana penting yang turut mempengaruhi keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling disekolah. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling, pengadaan ruang bimbingan dan konseling perlu mempertimbangkan letak atau lokasi, ukuran, jenis, dan jumlah ruangan, serta berbagai fasilitas pendukung lainnya.
Lokasi atau letak ruang bimbingan dan konseling di suatu sekolah dipilih lokasi yang mudah diakses(strategis) oleh siswa(konseli) tetapi tidak terbuka. Dengan demikian seluruh konseli bisa dengan mudah dan tertarik mengunjungi ruang bimbingan dan konseling, dan prinsip-prinsip condifidental tetap terjaga.
Jelas bahwa pelayanan bimbingan dan konseling diatas sangat jauh dari konsep dasar bimbingan dan konseling.  Pelayanan bimbingan dan konseling sudah dapat dikatakan menyimpang dari konsep dasar bimbingan dan konseling yang seharusnya. Untuk lebih menekankan konsep pelayanan bimbingan dan konseling, maka perlu di berikan penjelasan yang lebih tentang bagaimana seharusnya pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah sesuai dengan konsep dasar bimbingan dan konseling.
E.       Pelayanan Bimbingan dan Konseling Disekolah berdasarkan Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling.
Bimbingan dan konseling disekolah dapat memainkan peranan yang amat berarti dalam melayani kepentingan siswa, khususnya yang belum terpenuhi secara baik. Dalam hal ini peranan bimbingan dan konseling ialah menunjang seluruh usaha sekolah demi keberhasilan anak didik.
Jika dibilang bahwa layanan bimbingan dan konseling hanya di peruntukan kepada anak yang bermasalah saja, bahkan konselor juga dianggap sebagai polisi sekolah, tentu saja ada beberapa alasan mengapa anggapan atau predikat-predikat negatif ini muncul. Padahal, sebaliknya dari segenap anggapan yang merugikan itu, disekolah konselor haruslah menjadi teman dan kepercayaan siswa. Disamping petugas-petugas lainnya disekolah, konselor hendaknya menjadi tempat pencurahan kepentingan siswa, pencurahan apa yang terasa dihati dan terpikirkan oleh siswa. Petugas bimbingan dan konseling bukanlah pengawas ataupun polisi sekolah yang selalu mencurigai dan akan menangkap siapa saja yang bersalah. Petugas bimbingan dan konseling adalah kawan pengiring, penunjuk jalan, pembangun kekuatan, dan Pembina tingkah laku-tingkah laku positif yang dikehendaki. Petugas bimbingan dan konseling hendaknya bisa menjadi sitawar-sidingan bagi siapapun yang datang kepadanya. Dengan pandangan sikap, keterampilan, dan penampilan konselor siswa ataupun siapapun yang berhubungan dengan konselor akan memperoleh suasana sejuk dan memberi harapan. Tentunya pelayanan bimbingan dan konseling yang seperti inilah yang selalu diharapkan di sekolah-sekolah. Karena itu perlu juga kerjasama antara pihak-pihak sekolah dalam meluruskan anggapan-anggapan yang salah mengenai bimbingan dan konseling.
Adapun pelurusan mengenai pelayanan bimbingan dan konseling yang tidak kalah penting adalah bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang yang berupa pemberian nasihat. Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan konseli dalam rangka pengembangan pribadi konseli secara optimal. Disamping memerlukan pemberian nasihat konseli sesuai dengan masalah yang dihadapinya, memerlukan pula pelayanan lain, seperti pemberian informasi, penempatan dan penyaluran, konseling, bimbingan belajar, pengalihtanganan kepada petugas yang lebih ahli dan berwenang, layanan kepada orangtua siswa dan sebagainya. Tentunya pelayanan bimbingan dan konseling harus berdasarkan fungsi, prinsip dan asas bimbingan dan konseling yang sudah dijelaskan di awal makalah ini sebelumnya, sehingga dapat tercapai tujuan dari bimbingan dan konseling di sekolah.
Pada kesalahpahaman penjelasan sebelumnya yakni bahwa konselor cenderung mengambil keputusan bagi konseli dalam menyelasaikan permasalahannya, jelas salah besar. Perlu di ingat kembali prinsip yang berkenaan dengan pelaksanaan pelayanan yakni; dalam bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan hendak dilakukan oleh konseli(siswa) hendaknya atas kemauan konseli(siswa) sendiri, bukan karena kemauan atas desakan dari pembimbingnya(konselor). Sebagian siswa beralasan mereka tidak mampu menangani persoalannya dan lebih percaya kepada keputusan pembimbingnya(konselor) karena dalam hal ini siswa menganggap pembimbing(konselor) lebih ahli, lebih berpengalaman dan lebih paham terhadap potensi yang dimiliki siswanya(konseli) sehingga dengan mudah dapat menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Disinilah konselor perlu menggaris bawahi dan meluruskan kembali pemahaman siswanya(konseli) yang salah dengan kembali pada prinsip bimbingan dan konseling yakni mengarahkan siswanya(konseli) agar mampu membimbing diri sendiri dalam mengambil keputusan dan menghadapi permasalahannya. Bukan sebaliknya, konselor memberi penyelesaiaan dengan memberikan keputusan kepada siswanya(konseli) apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan.
Konselor dalam hal ini juga harus melakukan upaya-upaya tindak lanjut serta mensinkronisasikan upaya yang satu dengan upaya yang lainnya sehingga keseluruhan upaya itu menjadi suatu rangkaian yang terpadu dan berkesinambungan.
Penegasan diatas adalah penegakan dan penumbuhkembangkan pelayanan bimbingan dan konseling disekolah yang merupakan suatu upaya bantuan yang dilakukan sebagai usaha yang laras, unik, human, dalam suasana keahlian dan yang didasarkan oleh norma-norma yang berlaku, agar konseli(siswa) memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri dalam memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan mungkin masa depan serta dalam setiap mengambil keputusan maupun menyelesaikan permasalahn yang dihadapinya.


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Bimbingan dan Konseling adalah proses pemberian bantuan secara sistematis dan kontinyu oleh seorang konselor kepada konseli melalui wawancara konseling sesuai dengan norma yang berlaku agar teratasinya masalah konseli dan untuk mencapai kebahagiaan, kemandirian, kesejahteraan, perkembangan optimal, dan aktualisasi diri yang semuanya itu mengarah pada KES (kehidupan efektif sehari-hari). Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling harus sesuai dengan tujuan, asas-asas, prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling. Konselor harus memiliki kompetensi dan kualifikasi serta mengerti dan dapat menerapkan kode etik konselor agar dalam menjalankan tugasnya tidak menimbulkan kesalahpahaman terhadap Bimbingan dan Konseling.
Kesalahpahaman dalam pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah antara lain :
1.      Konselor berperan sebagai polisi sekolah
2.      Konselor cenderung menasehati dan memberikan keputusan kepada konseli dalam pelayanan bimbingan dan konseling
3.      Sarana dan prasarana dalam pelayanan bimbingan dan konseling yang kurang memadai karena anggapan sarana dan prasarana pelayanan bimbingan dan konseling adalah tidak terlalu penting.
Beberapa kesalahpahaman ini muncul akibat dari kurangnya pemahaman terhadap konsep dasar bimbingan dan konseling baik dalam prinsip, fungsi, asas dan tujuan dari pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Pelayanan Bimbingan dan Konseling disekolah berdasarkan Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling adalah berupa pelayanan sebagai upaya bantuan yang dilakukan sebagai usaha yang laras, unik, human, dalam suasana keahlian dan yang didasarkan oleh norma-norma yang berlaku, agar konseli(siswa) memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri dalam memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan mungkin masa depan serta dalam setiap mengambil keputusan maupun menyelesaikan permasalahn yang dihadapinya

B.       Sarsn
1.      Sebaiknya konselor memberikan dan memperjelas pengertian tentang tugas maupun fungsinya di dalam komponen sekolah, sehingga baik pihak sekolah maupun pihak konseli(siswa) tidak disalah mengartikan posisi dan fungsi dari konselor itu sendiri.
2.      Sebaiknya konselor lebih memahami konsep dasar bimbingan dan konseling dalam setiap pelayanan nya terhadap permasalahan yang dihadapi konseli sehingga kesalahan dalam pelayanan bimbingan dan konseling tidak harus terjadi.
3.      Sarana dan prasarana penunjang kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah perlu dibenahi sesuai dengan mempertimbangkan letak, lokasi, ukuran, jenis, dan jumlah ruangan serta berbagai fasilitas pendukung lainnya karena sarana dan prasarana turut mempengaruhi keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.












DAFTAR PUSTAKA

Ertiati Suhesti Endang . 2012 . Bagaimana Konselor Sekolah Bersikap? . Yogyakarta : Pustaka Belajar

Priyatno. 1994. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdikbud

Prayitno, H. & Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan & Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.

Santoso, Djoko. 2011. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Malang: tanpa penerbit

Sukardi, Dewa. 2000. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta

Walgito, Bimo. 1985. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM

Wingkel, W.S. dan M.M. Sri Hastuti. 2012. Bimbingan dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

Yusuf, Syamsu &  Juntika Nurihsan. 2006. Landasan Bimbingan & Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


http://sariprasetya.blogspot.com/2013/06/kesalahpahaman-pandangan.html, Di unduh pada hari senin, 30 maret 2015 pukul 11:54

4 komentar:

  1. Satu makalah penuh
    Mantap
    www.duniaremaja.xyz

    BalasHapus
  2. Best 777 Casino Site - Lucky Club Live
    The 777 Casino is a brand new, high-class gaming facility that provides an exciting gaming experience unlike anything you've seen before. luckyclub Play our exciting 777

    BalasHapus
  3. Sangat membantu, terima kasih banyak

    BalasHapus