Budaya berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah
yang artinya budi dan akal manusia. Budaya adalah suatu cara yang berkembang
dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Masalahnya
setiap tahun generasi manusia selalu bergantian dalam mengisi kehidupan. Dari
bayi tumbuh menjadi anak, anak menjadi remaja, remaja menjadi dewasa, dewasa
menjadi tua. Ya, proses kehidupan yang
sakral memang. Akan tetapi setiap generasi mempunyai karakter yang berbeda. Akan muncul hal-hal baru,
sedangkan yang lama akan terdegradasi.
Ya, ‘dahulu’ berbeda dengan ‘sekarang’. Dahulu
antusias masyarakat terhadap budaya sangatlah besar. Mereka berbondong-bondong
datang ke Pagelaran Budaya, yang merupakan ‘Pesta Rakyat’ masyarakat Yogyakarta
yang diselenggarakan pada waktu-waktu tertentu. Akan tetapi sekarang antusias
masyarakat mulai berkurang. Banyak yang memilih budaya barat katimbang budaya
sendiri.
“GENGSI”, “GGL [nggak gaul loe]” dan bentuk ungkapan-ungkapan
yang senada, merupakan bentuk penolakan terhadap budaya. Wujud keinginan untuk
mengubah era tradisional menjadi era modern. Padahal dalam Pagelaran Budaya terdapat
banyak aspek atau nilai-nilai pembelajaran
yang dapat kita ambil.
Kalau kita bicara masalah budaya, maka kita akan
bicara tentang sejarah atau masa lalu. Budaya erat kaitannya dengan sejarah. Bukankah
budaya itu ada untuk berjaga-jaga kalau-kalau kita lupa akan
peristiwa-peristiwa itu?
Siapa yang tidak kenal Sekaten? Ya, Pegelaran Budaya
ini diselenggarakan setiap tahunnya di Alun-Alun Utara Yogyakarta, tepatnya bulan Mulud.
Sekaten ada untuk menarik minat masyarakat terhadap budaya yang beraneka ragam
dan juga sebagai ajang melestarikan budaya. Sekaten dimaksudkan agar masyarakat
tidak melupakan budaya dan selalu cinta akan budayanya sendiri. Harusnya kita
bangga akan budaya sendiri. Kalau bukan kita, siapa lagi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar