
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Studi
tentang kepemimpinan sudah sangat tua dan melahirkan begitu banyak teori, mulai
dari the great men theory yang menganggap bahwa pemimpin itu dilahirkan,
kemudian dilanjutkan dengan teori sifat yang mencoba menidentifikasi
kepemimpinan berdasarkan sifat-sifat yang melekat pada pemimpin yang berhasil,
kemudian lahir teori prilaku yang menganalisis kepemimpinan yang berhasil itu
ditentukan oleh prilaku-prilaku tertentu, dan teori kontingensi yang
menganalisis bahwa kepemimpinan itu harus didasarkan pada situasi dan kondisi
dimana kepemimpinan itu dijalankan. Inilah garis besar teori kepemimpinan yang
berkembang selama ini.
Namun,
pada tataran teori ini tidak satupun teori yang bisa menjelaskan konsep teori
apa yang cocok untuk situasi kondisi yang ada di indonesia sebagaimana yang
dijelaskan oleh teori situasional atau kontingensi. Ada suatu konsep yang
dikemukankan dari teori lokal yang berdasarkan falsafah hidup bangsa Indonesia
yaitu pancasila.
Pancasila
merupakan falsafah hidup bangsa Indonesia, dimana pola hidup masyarakatnya
selalu berdasarkan pada nilai-nilai yang terkandung pada pancasila. Namun apa
yang terjadi, masih banyak dari masyarakat kita yang bisa dan mau mengamalkan
nilai-nilai pancasila dalam kehidupannya. Begitu juga dengan para pemimpin
kita, kita lihat dari puncak teratas kepemimpinan negeri kita yaitu
presiden-presiden kita.
|
Kepemimpinan
pancasila yang unsur-unsur nilainya memiliki nilai universal, namun, realitanya
para pemimpin bangsa ini dalam memimpin tidak sepenuhnya memperlihatkan atau
menginternalisasikan nilai-nilai pancasila ke dalam sikap dan tingkah lakunya untuk
memimpin masyarakatnya maupun bawahannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan kepemimpinan?
2. Bagaimanakah
konsepsi dasar kepemimpinan pancasila?
3. Bagaimana
nilai-nilai kepemimpinan pancasila?
4. Bagaimana
asas-asas kepemimpinan pancasila?
5. Bagaimana sumber-sumber kepemimpinan pancasila?
6. Bagaimana
landasan-landasan kepemimpinan pancasila?
7. Bagaimana kepemimpinan pancasila dalam prespektif
pemimpin di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui dan memahami definisi kepemimpinan.
2. Untuk
mengetahui dan memahami apa itu kepemimpinan pancasila.
3. Untuk
menegetahui dan memahami nilai yang terkandung dalam pancasila.
4. Untuk
mengetahui dan memahami tentang asas kepemimpinan pancasila.
5. Untuk
mengetahui dan memahami tentang sumber kepemimpinan pancasila.
6. Untuk
mengetahui dan memahami tentang landasan kepemimpinan pancasila.
7. Untuk
mengetahui dan memahami tentang kepemimpinan pancasila
dalam prespektif pemimpin
di Indonesia.

BAB II
A. Pengertian Kepemimpinan
Beberapa pendapat para ahli tentang
kepemimpinan mengandung pengertian dan makna yang sama. Antara lain dikemukakan
oleh:
1. Sutarto
Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Sondang
P. Siagian
Kepemimpinan
adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain agar melaksanakan pekerjaan
bersama menuju suatu tujuan tertentu.
3. Ordway
Tead
Kepemimpinan
adalah aktifitas mempengaruhi orang-orang agar mau bekerjasama untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
4. George
Terry
Kepemimpinan
adalah hubungan yang erat ada dalam diri orang atau pemimpin, mempengaruhi
orang-orang lain untuk bekerja sama secara sadar dalam hubungan tugas untuk
mencapai keinginan pemimpin.
5. Franklin
G. Mooore
Kepemimpinan
adalah kemampuan membuat orang-orang bertindak sesuai dengan keinginan
pemimpin.
Dengan
demikian maka dapat diketahui bahwa kepemimpinan pada dasarnya merupakan
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam menggerakan orang lain agar mau
bekerja dengan senang hati untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya.
B.
Konsep
Kepemimpinan Pancasila
Menurut
BP-7 Pusat
1. Seorang
pemimpin di Indonesia hendaknya memiliki sikap dan perilaku sesuai dengan
nilai-nilai luhur pancasila
2. Seorang
pemimpin di Indonesia adalah seorang yang mampu menanggapi kemajuan IPTEK dan
kemajuan zaman
3. Seorang
pemimpin hendaknya berwibawa, yakni timbulnya kepatuhan yang dipimpinnya, bukan
karena katakutan, tetapi karena kesadaran dan kerelaan
4. Seorang
pemimpin bertanggung jawab atas segala tindakan dan perbuatan yang dipimpinnya.
Dengan demikian, pemimpin benar-benar bersifat “ing ngarsa sung tulada,
Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani”.
Menurut
Kartini Kartono
Kartini
Kartono menjelaskan ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh
kepemimpinan, yaitu:
1. Kepemimpinan
di Era pembangunan Nasioanal harus bersumber pada falsafah negara, yakni
pancasila
2. Memahami
benar makna dari perencanaan, pelaksanaan, dan tujuan pembangunan yang ingin
dicapai
3. Diharapkan
agar Kepemimpinan Pancasila mampu menggali intisari dari nilai-nilai
tradisional yang luhur, untuk kemudian dipadukan dengan nilai-nilai positif
dari modernisasi.
Manurut
Ary Murty
Menurut
Ary Murty, Kepemimpinan Pancasila adalah kepamimpinan yang berasas, berjiwa,
dan beramal pancasila. Sebagai keterpaduan antara penguasaan nilai-nilai luhur
yang berakar pada budaya Nusantara dengan penguasaan nilai-nilai kemajuan
universal.
Adapun
nilai-nilai budaya Nusantara meliputi keterjalinan hidup manusia dengan
tuhannya, keserasian hidup antara sesama manusia serta lingkungan alam,
kerukunan dan mempertemukan cita-cita hidup di dunia dan akhirat.
Nilai-nilai
kemajuan universal meliputi pendayagunaan Sains dan Teknologi secara efektif
dan efisien dalam rangka meningkatkan kemampuan dan ketangguhan bangsa disegala
aspek kehidupan.
Menurut
Wahjosumidjo
Menurut
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Pancasila adalah bentuk kepemimpinan modern yang
selalu menyumberkan diri pada nilai-nilai dan norma-norma
pancasila.Kepemimpinan Pancasila, satu potensi atau kekuatan yang mampu
memberdayakan segala daya sumber masyarakat dan lingkungan yang dijiwai oleh
sila-sila Pancasila mencapai untuk tujuan nasional.Kepemimpinan Pancasila
adalah suatu perpaduan dari kepemimpinan yang bersifat universal dengan
kepemimpinan indonesia, sehingga dalam kapemimpinan pancasila menonjolkan dua
unsur, yaitu “Rasionalitas” dan “semangat kekeluargaan”.
Jadi,
ada tiga sumber pokok Kepemimpinan Pancasila, yaitu:
1.
Pancasila, UUD 1945, dan
GBHN
2.
Nilai-nilai kepemimpinan
universal
3.
Nilai-nilai spiritual nenek
moyang.
Dalam
rangka menjalankan tugas kewajibannya seorang pemimpin harus dapat menjaga
kewibawaannya. Lebih-lebih dalam kemerdekaan dan pembangunan. Berhasilnya
pembangunan nasional tergantung peran aktif rakyat Indonesia, dengan sikap
mental, tekad semangat, ketaatan dan disiplin nasional dalam menjalankan tugas
kewajibannya. Dengan demikian perlu dikembangkan motivasi membangun dikalangan
masyarakat luas dan motivasi pengorbanan pengabdian pada unsur kepemimpinannya.
Norma-norma yang tercakup dalam Pancasila itu sekaligus merupakan sistem nilai
yang harus dihayati dan diamalkan oleh setiap warga negara, khususnya para
pemimpin.
Kepemimpinan
Pancasila adalah bentuk kepemimpinan yang selalu menggambarkan nilai-nilai dan
norma-norma Pancasila. Berikut disampaikan suatu pemikiran mengenai
kepemimpinan yang selanjutnya diterapkan di Indonesia:
Seorang pemimpin di Indonesia hendaknya memiliki sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai luhur pancasila
Seorang pemimpin di Indonesia hendaknya memiliki sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai luhur pancasila
1. Seorang
pemimpin di Indonesia adalah seorang yang mampu menanggapi kemajuan IPTEK dan
kemajuan zaman
2. Seorang
pemimpin hendaknya berwibawa, yakni timbulnya kepatuhan yang dipimpinnya, bukan
karena katakutan, tetapi karena kesadaran dan kerelaan
3. Seorang
pemimpin bertanggung jawab atas segala tindakan dan perbuatan yang dipimpinnya.
Dengan demikian, pemimpin benar-benar bersifat “ing ngarsa sung tulada, Ing
madya mangun karsa, Tut wuri handayani” Menurut
Pemimpin
Naisonal adalah sosok yang mampu memahami kebutuhan dan aspirasi rakyat
Indonesia secara keseluruhan dan menghayati nilai-nilai yang berlaku, agar
mempunyai kemampuan memberi inspirasi kepada bangsa Indonesia dan mempunyai
visi yang sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.
Agar
mampu melaksanakan tugas kewajibannya, pemimpin harus dapat menjaga
kewibawaannya. Dia harus memiliki kelebihan-kelebihan tertentu bila dibanding
dengan kualitas orang-orang yang dipimpinnya. Kelebihan ini terutama meliputi
segi teknis, moral, dan semangat juangnya. Beberapa kelebihan tersebut antara
lain adalah sebagai berikut :
1. Sehat
jasmaninya, dengan energi yang berlimpah-limpah, dan keuletan tinggi.
2. Memiliki
integritas kepribadian, sehingga dia matang, dewasa, bertanggung jawab, dan
susila.
3. Rela
bekerja atas dasar pengabdian dan prinsip kebaikan, serta loyal terhadap
kelompoknya.
4. Memiliki
inteligensi tinggi untuk menanggapi situasi dan kondisi dengan cermat,
efisien-efektif, memiliki kemampuan persuasi, dan mampu memberikan motivasi
yang baik kepada bawahan.
5. Mampu
menilai dan membedakan aspek yang positif dari yang negative dari setiap
pribadi dan situasi, agar mendapatkan cara yang paling efisien untuk bertindak.
Selanjutnya,
di alam kemerdekaan dan pembangunan sekarang, berhasilnya pembangunan nasional
sangat bergantung pada ikut sertanya seluruh rakyat Indonesia yang memiliki
sikap mental, tekad, semangat, ketaatan dan disiplin nasional dalam menjalankan
tugas kewajibannya. Untuk hal ini perlu dibangkitkan motivasi membangun di
kalangan masyarakat luas, dan motivasi pengorbanan pengabdian pada unsur
kepemimpinan (local, regional maupun nasional). Sebab dengan keteladanan yang
utama- atas dasar pengorbanan dan pengabdian pada kepentingan rakyat banyak,
maka segenap rakyat kecil akan rela berperan serta dalam usaha pembangunan.
Dengan demikian, dalam era pembangunan sekarang diperlukan tipe kepemimpinan
penggugah/stimulator dinamisator untuk menggairahkan semangat pembangunan di
segala bidang kehidupan.
Ada
beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi oleh kepemimpinan pembangunan dan para
pejabat pada aparatur pemerintah, yaitu :
1. Kepemimpinan
dalam era pembangunan nasional harus bersumber pada falsafah negara, yaitu
pancasila.
2. Memahami
benar makna dari perencanaan, pelaksanaan, dan tujuan pembangunan yang ingin
dicapai. Khususnya menyadari makna pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan fisik, demi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok dan riil dari
rakyat, serta peningkatan kehidupan bangsa atas asas manfaat, usaha bersama,
kekeluargaan, demokrasi, serta prinsip adil dan adil.
3. Diharapkan
kepemimpinan pancasila mampu menggali intisari dari nilai-nilai tradisional
kuno yang tinggi peninggalan para leluhur dan nenek moyang kita, untuk kemudian
dipadukan dengan nilai-nilai positif dari modernisme, dalam kepemimpinan
Indonesia.
Untuk
lebih memahami ketiga hal tersebut di atas, marilah kita renungkan pemikiran
Dr. Ruslan Abdulgani mengenai moral pancasila dalam kaitannya dengan
kepemimpinan nasional antara sebagai berikut :
1. yang
dimaksud dengan pancasila adalah pancasila yang tercantum pada pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, berupa kesatuan bulat dan utuh dari kelima sila,
yaitu ketuhanan YME, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Nilai-nilai
tersebut harus dihayati, yaitu diresapi serta diendapkan dalam hati dan kalbu,
sehingga memunculkan sikap dan tingkah laku yang utama/terpuji dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk kemudian diterapkan/diramalkan dengan kesungguhan hati dalam
kehidupan bermasyarakat, karena orang menyadari sedalam-dalamnya pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa dan sumber kejiwaan masyarakat, (sekaligus
menjadi dasar negara Republik Indonesia) untuk hidup rukun damai bersama-sama.
3. Pancasila
dan UUD 1945 menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing
dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya. Kebebasan beragama adalah salah
satu hak paling asasi di antara hak-hak asasi manusia, karena kebebasan itu
langsung bersumber pada martabat manusia sebagai mahkluk ciptaan Tuhan.
Kebebasan beragama itu bukan pemberian negara dan bukan pula pemberian
golongan, akan tetapi merupakan anugerah Ilahi.
Pancasila
juga dapat dipakai sebagai moral bangsa. Uraian mengenai kelima sila dari
pancasila secara ringkas adalah sebagai berikut :
1.
Ketuhanan yang maha esa
Orang harus percaya dan takwa kepada Tuhan
yang maha Esa dan menghargai orang lain yang berbeda agama atau kepercayaan.
Jadi ada sikap hormat menghormati dan kerukunan hidup beragama dan ada kebebasan
beribadah tanpa paksaan.
2.
Kemanusiaan yang adil dn
berada
Tidak
sewenang-wenang, dan bisa tepa salira, mencintai sesama ,anusia. Tanpa ada
diskriminasi, dan sama hak serta kewajiban asasi pelaku manusia. Toleran
terhadap sesama, saling menghormati, mampu melakukan kegiatan-kegiatan
manusiawi dan kerja sama dengan bangsa-bangsa lain.
3.
Persatuan Indonesia
Cinta
tanah air, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadi, menempa patriotisme dan nasionalisme. Menempatkan persatuan dan
kesatuan bangsa di atas kepentingan golongan, atas dasar Bhineka Tunggal Ika.
4.
Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam musywarah/perwakilan
Bersifat
demokratis, bersemangat gotong royong (kooperatif, kolektif) dan kekeluargaan,
juga patuh pada putusan rakyat yang sah atas pertimbangan akal sehat dan hati
nuraniluhur.
5.
Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia
Hidup
sederhana, tidak boros, mengamalkan kelebihan untuk menolong orang lain,
menghargai kerja yang bermanfaat, dan ada keadilan yang lebih merata di segala
bidang kehidupan. Norma-norma yang tercakup dalam Pancasila itu sekaligus
juga merupakan sistem nilai yang perlu dihayati dan diamalkan oleh setiap warga
negara, khususnya oleh para pemimpin. Selanjutnya, kepemimpinan pancasila ialah
bentuk kepemimpinan yang selalu menyumberkan diri pada nilai-nilai luhur dari
norma-norma pancasila, semangat kepemimpinan Pancasila itu dapat terwujudkan,
apabila nilai-nilai luhur yang diwariskan nenek moyang dapat dipadukan dengan
nilai-nilai modernisasi yang positif, antara lain dengan ciri-ciri demokratis, rasional,
kritis, efisien-efektif dan berdisiplin tinggi.
Kepemimpinan Pancasila dapat diartikan
sebagai kepemimpinan yang dijiwai Pancasila, disemangati azas
kekeluargaan, memancarkan wibawa serta menumbuhkan daya mampu untuk
membawa serta masyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945.
Kepemimpinan
yang diharapkan adalah kepemimpinan moderen, kepemimpinan Pancasila perlu
memiliki ciri-ciri tentang sifat kepemimpinan modern. Di antara sifat-sifat kepemimpinan modern adalah sebagai
berikut:
a. Berorientasi jauh ke depan;
Dalam menentukan kebijaksanaan dan memecahkan
persoalan, masa yang akan akan datang selalu diperhitungkan. Karena kita bukan
hidup untuk masa lampau, tetapi hidup untuk menyongsong masa yang akan datang.
b.
Berlandaskan pola pikir ilmiah;
Dalam mengambil keputusan mengikuti penentuan
masalah/ problem,penentuan data/informasi yang diperlukan, pengumpulan data
daninformasi, analisis data, penarikan simpulan. Dengan demikian,
dihindari pengambilan keputusan yang didasarkan pada emosi atau intuisi
semata-mata ataupun situasi senang dan tidak senang.
c. Berpegang
pada prinsip efesien dan efektif
Menentukan cara yang perlu diambil dalam
menyelesaikan suatu kegiatan dengan
waktu yang sesingkat-singkatnya, biaya, sarana dantenaga yang minimal
tetapi tercapai hasil yang maksimal. Cara ini perlu dipadukan dengan nilai atau
azas Pancasila sehingga tercapai keselarasan, keserasian dan keseimbangan.
.
C.
Nilai-Nilai Kepemimpinan
Pancasila
Berikut
ini nilai-nilai yang dapat dijadikan sumber pedoman bagi seorang pemimpin:
1. Sila
I : -
Iman dan taqwa - Saling menghormati - Kebebasan ibadah
2. Sila
II : -
Hak-hak dan kewajiban Azasi - Toleransi dan kemanusiaan –
Kerjasama
3. Sila
III : -
Patriotisme, Nasionalisme - Persatuan, Kesatuan - Bhinneka
Tunggal
Ika 4.
4. Sila
IV : -
Musyawarah, Mufakat - Melaksanakan Putusan
5. Sila
V : -
Gotong royong, familier, damai.
D.
Azas-Azas Kepemimpinan
Pancasila
Dalam
kepemimpinan Pancasila keterpaduan pola pikir modern dengandengan pola pikir
Pancasila bertumpu pada azas-azas sebagai berikut:
1. Azas Kebersamaan;
Menurut
azas kebersamaan, dalam Kepemimpinan Pancasila hendaknya:
a.
pemimpin dan yang dipimpin merupakan kesatuan organisasi;
b.
pemimpin tidak terpisah dengan yang dipimpin;
c.
pemimpin dan yang dipimpin saling pengaruh mempengaruhi;
d.
pemimpin dan yang dipimpin bukan unsur yang saling
bertentangan sehingga tak terjadi dualisme;
e.
masing-masing unsur yang terlibat dalam kegiatan mempunyai tempat
dankewajiban hidup (dharma) sendiri-sendiri dan merupakan suatu golonganyang
paling kuat, tetapi juga tidak menganggap kepentingan seseorangsebagai pusat;
f.
tanpa ada yang dipimpin tidak mungkin ada pemimpin;
2. Azas Kekeluargaan dan Kegotong-royongan
Ciri-ciri
kekeluargaan dan Kepemimpinan Pancasila, di antaranya:
a.
timbul kerjasama yang akrab;
b.
kesejahteraan dan kebahagiaan bersama yang menjadi titik tumpu;
c.
berlandaskan kasih sayang dan pengorbanan;
3. Azas Persatuan dan Kesatuan dalam Kebhinekaan;
Kita semua sadar akan kebhinekaan Bangsa
Indonesia, baik dari segi suku, bangsa, adat istiadat, agama, aliran dan
sebagainya. Namun keanekaragaman itu, masing-masing diakui keberadaannya
sendiri-sendiri dan ciri-ciri kepribadiannya dalam persatuan dan kesatuan
ibarat bunga setamandalam satu jambangan, terdiri dari jenis bunga mawar,
melati dan kenangan. Masing-masing tetap dikenal sebagai jenis bunga,
tetapi baru akan dinamakan bunga setaman bila ketiga-ketiganya ada dalam
jambangan tersebut, sehingga bunga setaman ini merupakan suatu kesatuan.
Melati tidak mengharapkan agar mawar dan kenanga berubah menjadi melati
semua. Sebaliknya mawar pun tidak akan memaksa melati supaya berubah
menjadi mawar. Bila tidakdemikian, maka tidak akan berbentuk bunga
setaman.
4. Azas Selaras, Serasi dan Seimbang;
Semua azas tersebut di atas harus dijiwai dan
disemangati oleh azas keselarasan, keserasian dan keseimbangan, azas yang
tidak mencari menangnya sendiri, adu kekuatan, atau timbul kontradiksi, konflik
dan pertentangan. Adanya perbedaan keanekaragaman adalah
mencerminkan kodrat alam yang masing-masing memiliki tempat. Kedudukan dan
kewajiban serta fungsinya sendiri-sendiri. Dengan adanya berbagai warna seperti
biru, hijau, merah, kuning, jingga dan sebagainya akan memberikan kesan
yang indah apabila tersusun secara tepat. Komposisi warna yang tepat
akan menimbulkan suasana indah yang akan menumbuhkan
ketentraman batin. Di negara Indonesia, setiap warga negara
diharapkan bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai dan norma
yang terkandung dalam Pancasila. Seorangpemimpin diharapkan menjadi contoh
teladan serta panutan orang-orang yang dipimpinnya, mau tidak mau harus
bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan Pancasila. Ia harus
melaksanakan butir-butir yang merupakan nilai-nilai dan norma-norma Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari yang nyata. Perbuatannya tidak bolehbertentangan
dengan nilai-nilai tersebut.
Dikalangan
ABRI telah dirumuskan sebelas asas kepemimpinan, yang telah digali dari
nilai-nilai kepemimpinan di bumi Indonesia. Semua asas itu dapat diterapkan
pada tugas-tugas kepemimpinan pada semua sektor dan eselon, mulai dari guru dan
lurah di desa, sampai pada pejabat-pejabat lokal, regional, dan di pusat
pemerintahan. Yang paling penting dari kesebelas asas tersebut ialah tiga asas
pertama, yang sangat ditonjolkan oleh Ki Hajar Dewantara, dan pada akhirnya
dijadikan prinsip utama kepemimpinan Pancasila. Kesebelas asas tersebut ialah :
1. Ing
Ngarsa sung Tulada (di depan memberikan teladan)
Pemimpin yang baik adalah orang yang berani
berjalan di depan, untuk menjadi ujung tombak dan tameng/perisai di arena
perjuangan, untuk menghadapi rintangan dan bahay-bahaya dalam merintis segala
macam usaha. Dengan tekad besar dan keberanian yang membara dia harus sanggup
bekerja paling berat, sambil menegakkan disiplin diri sendiri maupun disiplin
pengikutnya. Di depan dia menjadi teladan yang baik.
Seorang pemimpin harus menngabdikan diri
kepada kepentingan umum dan kepentingan segenap anggota organisasi. Dia bukan
hanya pandai memberi perintah saja, akan tetapi juga bijaksana dalam memberikan
petunuju-petunjuk, nasihat-nasihat, perlindungan dan pertimbangan. Di depan dia
harus benar-benar berani menjadi ”ujung tombak” bagi setiap usaha rintisan dan
perjuangan.
2. Ing
Madya Mangun Karsa ( di tengah membangun motivasi dan kemauan)
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau
terjun di tengah-tengah anak buahnya, merasa senasib sepenanggungan sanggup
menggugah dan membangkitkan gairah serta motivasi kerja, semangat tempur/juang,
dan etik kerja yang tinggi. Karena dia ada di tengah-tengah anak buahnya, maka
dia selalu tanggap dan mampu berpikir serta bertindak dengan cepat serta tepat,
sesuai dengan tuntutan kondisi dan situasinya.Pemimpin yang sedemikian itu
selalu memiliki kesentosaan batin. Dia menghayati kesulitan anak buahnya, dan
ikut merasakan peristiwa-peristiwa yang gawat bersama-sama para
pengikutnya.
3. Tut
Wuri Handayani
Pada saat yang tepat pemimpin juga harus
sanggup berdiri di belakang anak buahnya. Hal ini bukan berarti bahwa dengan
kecut hati pemimpin ”bersembunyi” di belakang pengikutnya, dan mengekor di
balik kekuatan anak buahnya. Akan tetapi harus diartikan sebagai mau memberikan
dorongan dan kebebasan, agar bawahannya mau berprakarsa, berani berinisiatif,
dan memiliki kepercayaan diri untuk berpartisipasi dan berkarya dan tidak
selalu bergantung pada perintah atasan saja.
Nasihat-nasihat, koreksi, dan
petunjuk-petunjuk akan selalu diberikan atas dasar rasa sayang pada anak buah,
dan didorong oleh rasa tanggung jawab besar akan keberhasilan usaha yang
dilakukan bersama-sama. Dengan demikian, walaupun pemimpin berdiri dibelakang,
namun fungsinya memberikan daya kekuatan dan dukungan moril untuk memperkuat
setiap langkah dan tindakan bawahannya. Ringkasnya, dibelakang dia mendorong
dan memberi pengaruh baik ”yang menguatkan” kepada anak buahnya yang
dipimpinnya.
4. Takwa
kepada TYME
Pemimpin Indonesia dituntut agar memiliki
keyakinan beragama, keimanan, dan ketakwaan yang teguh terhadap Tuhan yang Maha
Esa. Kesadaran sedemikian menimbulkan pengertian bahwa setiap insan Indonesia
mempeunyai kedudukan yang sama tingginya di hadapan Tuhan. Kesadaran tersebut
menginsyafkan seorang pemimpin, bahwa dirinya bukan seorang yang maha super,
bukan pula sumber kewenangan yang mutlak dalam menentukan permasalahandan
kedudukan orang lain, terutama bawahan dan pengikut-pengikutnya. Kesadaran
beragama dan keimanan akan menjadikan orang tidak merasa lebih tinggi dari
orang lain, sehingga dia memiliki perasaan kasih sayang, belas kasih terhadap
sesama, dan semangat persaudaraan terhadap bawahan yang harus dibimbing dan
dikembangkan. Karena itu keimanan kapada Tuhan akan membawa orang untuk selalu
berbuat adil, benar, jujur, sabar, tekun dan rendah hati (tidak sombong).
Kepercayaan kepada Tuhan akan membuat kalbu
dan hati menjadi bersih dan suci lahir batin dan membuat pemimpin menjadi
hening, heling, dan awas waspada. ”Hening” dalam bahasa Indonesianya
berarti diam, teduh, tenang. Dalam hal ini pemimpin diharapkan memiliki batin
yang telah mengendap, sehingga dia selalu imbang tenang, tidak pernah gentar,
tidak mudah menjadi gugup, khususnya pada saat-saat yang gawat. Dalam
menghadapi cobaan hidup dan bahaya yang mengancam jiwapun dia harus tetap
tenang dan tidak menjadi panik. Sebab apabila dia menjadi takut dan panik, maka
para pengikutnya menjadi kacau, dan organisasi mendapatkan kerugian. ”Heneng”
tenang, namun penuh ketabahan menghadapi segala tugas-tugas pekerja, serta
harus berupaya mencari jalan keluar dari jalan buntu, dan tidak pernah
kehabisan akal menyelesaikan setiap permasalahan yan harus ditangani.“Hening” artinya
bening, bersih, suci, sejati, ceria, jernih, murni. Pemimpin itu harus memiliki
keheningan batin, yaitu ketulusan, kelurusan dan keikhlasan. Dia selalu
bersikap jujur terhadap diri sendiri dan terhadap para pengikutnya, tanpa
memiliki pamrih kecuali mengabdi dan melayani sebagai seorang pemimpin. Dalam
keheningan rasa dan ciptanya, dia selalu tekun memikirkan kemajuan organisasi
dan kesejahteraan anak buah yang dibina dan dibimbingnya.“Heling” artinya
ingat, sadar, dan insyaf. Yaitu menyadari hakikta alam dengan segala
hukum-hukumnya, juga selalu ingat pada perilaku yang luhur, baik dan jujur.
Dengan demikian akan terhindar kesulitan, bahaya, kesdihan, kemelaratan,
kesengsaraan dan penderitaan. Ingat pula bahwa keserakahan hati, kemunafikkan
dan kejahatan itu selalu akan menyebarkan malapetaka dan kesedihan, baik pada
diri sendiri maupun bagi rakyat banyak.“Awas” artinya dapat
melihat. Dapat melihat gejala yang ada di dunia, dengan jalan menguak tabir
penyelubung, sehingga setiap peristiwa tampak jelas tanpa penutup, dan bisa
dipahami benar karena semua sudah terbuka, orang tidak perlu merasa ragu-ragu,
takut, dan cemas. Maka dengan kemampuan menyingkap segala tabir kehidupan, akan
tersingkap semua rahasia. Orang tidak menjadi takut, bahkan justru dapat
membuat macam-macam rencana untuk masa depan. Semua kesulitan dan hambatan bisa
diatasi, sehingga perencanaan dan pelaksanaan kerja bisa diselesaikan menurut
jadwal semula.
Awas itu juga mengandung pengertian waspada
dan bijaksana. Waspada itu tajam penglihatan, antisipatoris, bahkan menembuas
penglihatan ke depan, tahu sebelum terjadinya sesuatu.Bijaksana itu mengandung
pengertia pandai, cakap, mahir, bijaksana, mahir, ahli, berpengalaman, cerdik
banyak akal, sehingga pribadi yang bersangkutan memiliki kewibawaan untuk
memimpin.
5. Waspada
purba wisesa (waspada dan berkuasa)
Waspada itu mempunyai ketajaman penglihatan
dan juga mampu menembus penglihatan ke depan, mampu mengadakan forecasting atau
meramal bagi masa mendatang, atau bersifat futuristik. Sedang ”murba” atau
”purba” itu artinya mampu mencipta atau mampu mengendalikan menguasai.Wasesa ialah
keunggulan, kelebihan, kekuasaan berdasarkan kewibawaan, atau kewibawaan yang
disertai kekuasaan. Jadi purba wasesa ialah mampu menciptakan dan mengendalikan
semua kelebihan/keunggulan dan kekuasaan.
6. Ambeg
paramarta
Ambeg itu artinya mempunyai sifat-sifat.
Paramarta (sansekerta : paramartha) artinya yang benar, yang hakiki. Maka ambeg
paramartha itu artinya murah, karim, dermawan, mulia, murni, baik hati.
Biasanya ”paramartha” selalu disertai dengan ”adil” jadi ambeg adil-paramartha
berarti : bersikap adil, mampu membedakan yang penting dan yang tidak penting,
sehingga mendahulukan hal-hal yang perlu dan penting, dan menomorduakan
peristiwa-peristiwa yang remeh dan tidak penting. Jadi, pemimpin itu harus
cakap menyusun satu sistem hierarki, agar selalu dapat memeriksa (haniti priksa),
serta menata segala usaha dan prilaku. Ringkasnya, dia mampu dengan tepat
memilih mana yang harus didahulukan, dan mana yang harus diusulkan kemudian
serta selalu bersikap adil.
7. Ambeg
prasaja (bersifat sederhana
Ambeg prasaja pada diri pemimpin itu berarti
dia bersifat sederhana, terus terang, blak-blakan, tulus, lurus, ikhlas, benar,
dan toleran. Sikapnya bersahaja/tunggal, hidupnya juga tidak berlebih-lebihan,
tetap sederhana, dan tidak tamak.
8. Ambeg
Satya (setia)
Amberg
satya itu ialah bersifat setia, menepati janji, dan selalu memenuhi segala
ucapannya. Pemimpin sedemikian ini dapat dipercaya sebab dia jujur-lurus-tulus
dan setia, cermat, tepat, dan loyal terhadap kelompoknya. Dia senantiasa
berusaha agar hidupnya berguna, dan bisa membuat senang serta bahagia orang
lain, terutama bawahan atau anak buahnya.
9. Gemi
Nastiti ( hemat dan teliti-cermat)
Pemimpin yang baik itu sifatnya hemat cermat,
dan berhati-hati, tidak boros. Hemat karena ia mampu melaksanakan semua
pekerjaan dengan efektif dan efisien. Hemat pula dalam mengelola sumber tenaga
manusia, material, dan harta per,odalan, dan menyingkiri semua tingkah laku
yang tidak memberi manfaat.Cermat itu dalam bahasa Jawanya ialah nastiti, yaitu
meneliti dengan sangat hati-hati segala karya, perbuatan, dan peristiwa di
sekitarnya. Sedang berhati-hati artinya : pemimpin itu selalu bernalar, cermat,
dan teliti. Selalu menggunakan duga prayoga, yaitu pandai menduga-duga apakah
yang paling prayoga/baik pada suatu saat. Lalu menghindari hal-hal yang bisa
mendatangkan mara bahaya dan kesengsaraan. Dia sadar dan mampu membatasi
penggunaaan dan pengeluaran apa saja untuk keperluan yang benar-benar penting.
10. Blaka
( terbuka, jujur, lurus)
Pimpinan yang baik harus bersikap terbuka,
komunikatif. Dia bersedia memberikan kesempatan kepada bawahan dan orang lain
untuk mengemukakan sugesti usul, pendapat, kritik yang konstruktif, dan
koreksi. Dia tidak merasa terlalu bodoh atau malu hati untuk belajar dari
lingkungan dan bawahannya sendiri sekalipun. Sebab, belajar dari pengalaman
orang lain itu merupakan pemerkayaan pribadinya. Ringkasnya, personnya
merupakan satu sistem yang terbuka.
11. Legawa
(tulus ikhlas)
Legawa artinya rela dan tulus ikhlas, setiap
saat dia bersedia untuk memberikan pengorbanan. Sifat orangnya ialah pemurah (murah
hati), karim, dan dermawan. Dia mudah merasa senang bahagia dengan kesukaan
yang kecil-kecil, dan tidak mabuk oleh kesukaan yang besar-besar. Karena itu
sifatnya prasaja/sederhana dan tulus rela. Jika terjadi kekecewaan dan
kegagalan, maka dia bisa ”mupus” atau menghibur diri, dan pasrah menyerah
dengan hati yang murni kemudia bangkit kembali, berusaha membangun dan berkarya
lagi.
E.
Sumber Kepemimpinan
Pancasila
Ada
tiga sumber pokok Kepemimpinan Pancasila, yaitu:
1. Pancasila,
UUD 1945, dan GBHN
2. Nilai-nilai
kepemimpinan universal
3. Nilai-nilai
spiritual nenek moyang.
Hal-hal
yang dapat dianggap sebagai sumber kepemimpinan Pancasila antara lain berupa :
1.
Nilai-nilai positif dari modernism
2.
Intisari dari warisan
pusaka berupa nilai-nilai dan norma-norma kepemimpinan yang ditulis oleh para
nenek moyang.
3.
Refleksi dan kontemplasi
mengenai hakikat hidup dan tujuan hidup bangsa pada era pembangunan dan zaman
modern, sekaligus juga refleksi mengenai pribadi selaku ”manusia utuh” yang
mandiri dan bertanggung jawab dengan misi hidupnya masing-masing.
F. Landasan
Kepemimpinan Pancasila
Selanjutnya, pada tingkat, jenjang serta di
bidang apa pun, pemimpin harus mempunyai landasan pokok berupa nilai-nilai
moral kepemimpinan, seperti yang telah diwariskan oleh nenek moyang bangsa
Indonesia. Ketiga macam landasan pokok kepemimpinan itu ialah :
1. Landasan
diplomasi (bersumber pada ajaran almarhum Dr. R. Sosrokartono ):
a) Sugih
tanpa banda (kaya tanpa harta benda)
b) Nglurung
tanpa bala (melurug tanpa balatentara)
c) Menang
tanpa ngasorake (menang tanpa mengalahkan)
d) Weweh
tanpa kelangan (memberi tanpa merasa kehilangan)
2. Landasan
Kepemimpinan
a) Sifat ratu/raja:
bijaksana, adil, ambeg paramarta, konsekuen dalam janjinya.
b) Sifat
pandita: membelakangi kemewahan dunia, tidak punya interest-interest, dapat
melihat jauh ke depan/waskita
c) Sifat
petani: jujur, sederhana, tekun, ulet, blaka
d) Sifat
guru : memberikan teladan baik.
3. Landasan
Pengabdian (Sri Mangkunegara 1)
a) Ruwangsa
handarbeni (merasa ikut memiliki negara)
b) Wajib
melu angrungkebi (wajib ikut bela negara)
c) Mulat
Sarira hangrasa wani (mawas diri untuk bersikap berani)
G. Kepemimpinan
Pancasila dalam Prespektif Pemimpin yang Ada di Indonesia
Kepemimpinan pancasila, teori ini
mengisyaratkan bahwa kepemimpinan itu harus didasarkan pada nilai-nilai
pancasila seperti yang dijelaskan oleh lima sila yang ada pada idiologi negara
ini. Kepemimpinan pancasila menurut Drs. Sukarna dalam bukunya yang berjudul
“kepemimpinan dalam administrasi Negara” adalah kepemimpinan yang Thesis
(percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa), kepemimpinan yang humanis (memiliki rasa
kemanusian), kepemimpinan yang demokratis, kepemimpinan yang runitaris
(mempersatukan) dan kepemimpinan yang sosial justice ( kepemimpinan yang
berkeadilan).
Kepemimpinan
pancasila mengisyaratkan bahwa seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang
mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kepemimpinanya, baik itu nilai
keTuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai
keadilan. Secara lebih terperinci akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Kepemimpinan
Thesis atau yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa
Kepemimpinan Thesis adalah
kepemimpinan yang religius dan melaksanakan hal-hal yang harus diperbuat yang
diperintahkan Tuhannya, dan menjauhkan diri dari setiap larangan Tuhan dan
agamanya. Kepemimipinan ini didasarkan pada sila pertama yaitu ke-Tuhanan Yang
Maha Esa. Kepemimpinan tipe thesis ini biasanya dimainkan oleh tokoh-tokoh
agama, tokoh-tokoh religius dan pemimpin yang taat pada aturan agamanya.
Ajaran-ajaran agama menjadi tolak ukur setiap tindakan yang diambil oleh
pemimpin yang seperti ini. Konsep kepemimpinan thesis ini sangat susah
diterapkan karena merupakan konsep ideal suatu kepemimpinan, dan merupakan das
sein namun das sollennya tidak semua pemimpin mampu mewujudkannya. Kepemimpinan
tipe ini sangat dipengaruhi oleh ajaran agama yang dianutnya, misalnya Islam
dengan gaya nabi panutannya yaitu Nabi Muhammad, kemudian Kristen dengan tokoh
panutannya yaitu Jesust Crist, serta Hindu dan Budha dengan Dewa yang mereka
yakini sebagai tokoh panutan dalam bertindak.
2. Kepemimpinan
yang humanis
Kepemimpinan model ini
berdasarkan sila ke-2 pancasila kita yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.
Maka setiap tindakan kepemimpinan harus berdasarkan perikemanusiaan,
perikeadaban dan perikeadilan. Perikemanusiaan diartikan sebagai suatu tindakan
yang didasarkan nilai-niali kemanusiaan yang menjunjung tinggi Hak Asasi
Manusia. Perikeadaban dimaksudkan sebagai nilai-nilai manusia yang beradab,
yang memiliki etika sosial yang kuat dan menjunjung tinggi kebersamaan yang
harmonis. Kemudian perikeadilan dianggap sebagai prilaku pemimpin yang adil
kepada setiap orang yang dipimpinnya, adil bukan berarti sama rata, namun adil
sesuai dengan hak dan kewajibannya atau sesuai dengan porsinya. Praktek
kepemimpinan model ini juga tidak gampang, perlu pembelajaran dan penghayatan
yang mendalam dan harus tertanam dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari para
pemimpin model ini.
3. Kepemimpinan
yang unitaris atau nasionalis
Kepemimpinan yang mengacu
pada sila ke-3 ini yaitu persatuan indonesia tidak boleh melepaskan diri dari
nasionalisme yang sehat. Nasionalisme diartikan sebagai kesetiaan tertinggi
dari setiap inividu ditujukan kepada kepribadian bangsa. Ada 4 fungsi
nasionalisme bagi kepemimpinan administratif menurut Drs. Sukarna, yaitu:
a. Mempersatukan
seluruh kekuatan politik, ekonomi, sosial budaya dan bangsa Indonesia
b. Mengeliminasi
dominasi asing, ataupun yang bersifat asing dalam politik, ekonomi, sosial dan
budaya
c. Mempertahankan
kepribadian bangsa indonsia di tengah-tengah percaturan global
d. Mengusahakan gengsi dan
pengaruh dalam dunia internasional
Kepemimpinan yang menyatukan yang menjadikan perbedaan itu ke suatu arah tujuan bersama itulah ide utama dari kepemimpinan tipe ini, dengan perbedaan yang ada kita tetap teguh dan kuat dalam menghadapi tantangan dan acaman dari luar. Esensinya bahwa rasa cinta pada negeri yang rasional dan kemampuan untuk menyatukan berbagai kepentingan dalam masyarakatnya. Kepemimpinan tipe ini harus bebas dari primordial yang sempit, harus mempunyai wawasan nusantara yang mendalam, agar tidak terpengaruhi oleh iming-iming asing yang menggoda sesaat.
Kepemimpinan yang menyatukan yang menjadikan perbedaan itu ke suatu arah tujuan bersama itulah ide utama dari kepemimpinan tipe ini, dengan perbedaan yang ada kita tetap teguh dan kuat dalam menghadapi tantangan dan acaman dari luar. Esensinya bahwa rasa cinta pada negeri yang rasional dan kemampuan untuk menyatukan berbagai kepentingan dalam masyarakatnya. Kepemimpinan tipe ini harus bebas dari primordial yang sempit, harus mempunyai wawasan nusantara yang mendalam, agar tidak terpengaruhi oleh iming-iming asing yang menggoda sesaat.
4. Kepemimpinan
demokratik
Kepemimpinan administratif
yang mengacu pada sila ke-4 yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan atau dengan kata lain adalah
kepemimpinan demokratis pancasila. Adapun ciri-ciri kepemimpinan yang
demokratis pancasila ini menurut Drs. Sukarna adalah sebagai berikut:
a.
Kepemimpinan administartif
tunduk dan taat kepada kehendak serta aspirasi-aspirasi rakyat di dalam segala
bidang baik yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
b. Kepemimpinan
administratif selalu melaksanakan amanat rakyat yang tertuang dalam falsafah
hidupnya sendiri, UUD dan aturan lain yang ada dibawahnya yang merupakan
aspirasi dan suara rakyat
c. Kepemimpinan
demokratik selalu menjunjung tinggi falsafah”ambeg paramarta” yaitu
mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, buka ororiter atau
tirani
d. Kepemimpinan
demokratik harus menjunjung tinggi penegakan hukum, karena negara kita adalah
negara hokum
e. Kepemimpinan
administratif mempunyai kewajiban untuk menegakan HAM
f. Kepemipinan
yang demokratik pada dasarnya tidak memusatkan kekuasaan pada satu tangan,
namun meyerahkannya kepada pembagian yang proporsional.
5. Kepemimpinan
social justice
Kepemimpinan yang
didasarkan pada sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Kepemimpinan berkeadilan itulah konsep dasar teori ini, adil dalam hal ini
bukan sama rata dan sama rasa, namu lebih pada adil yang sesuai dengan hak dan
kewajibannya, harus proporsional, oleh karena itu untuk menerapkan kepemimpinan
ini perlu strategi yang tepat untuk mengasah kemampuan membuat suatu
kebijaksanaan yang benar-benar bijaksana. Pemimpin yang menganut paham ini
harus pandai membaca situasi, harus pandai mencari kearifan dan menemukan
hal-hal yang tidak pernah dikemukakan orang lain yang benar-benar sesuai dengan
kondisi masyarakat. Ada beberapa ciri-ciri kepemimpinan yang berkeadilan
(Sukarna, 2006,75), yaitu:
a.
Kepemimpinan selalu
mendahulukan kepentingan orang yang mengikutinya atau kepentingan umum diatas
kepentingan pribadi atau kelompok;
b. Tidak
bersifat nepotisme atau mendahulukan orang-orang terdekat dalam setiap
pengambilan;
c. Mampu
menegakkan keadilan;
d. Tidak
mungkin mewujudkan keadilan sosial jika dalam suatu negara atau suatu
organisasi yang pemimpinnya menganut paham otoriterisme, karena dalam konsep
otoriterisme tidak meengenal keadilan model ini;
e. Menempatkan
pengikutnya diatas segalanya, karena dia sebagai pelayan pengikutnya.

PENUTUP
A.
Kesimpulan
Masyarakat
indonesia adalah masyarakat majemuk, yang memiliki corak kebhinekaan, baik
etnis, suku, budaya, maupun keragaman dalam polotik dan ekonomi. Karena hal
itu, kerap menimbulakan pola pikir yang mementingkan kelompok atau
primordialisme.
Kondisi
yang demikian menyebabkan masyarakat Indonesia secara umum, masih sulit
mengadakan penyesuaian terhadap hadirnya nilai-nilai baru. Oleh karena itu,
diperlukan sosok kepemimpinan yang dapat mengintegrasikan keragaman tersebut
dan dapat memadukan atau menggali inspirasi dari nilai-nilai luhur Nusantara
dan nilai-nilai kamajuan universal, yang disebut dengan Kepemimpinan Pancasila.
Kepemimpinan
yang berjiwa pancasila adalah pemimpin dambaan semua masyarakat indonesia.
Pemimpin yang selalu mendahulukan kepentingan masyarakat atau kepentingan
bersama dari pada kepentingan lain atau kepentingan pribadi. Pimpinanlah yang
merupakan motor pergerakan dari suatu usaha atau kegitan, juga dalam
pengambilan keputusan, dan kebijakan yang dapat mempermudah pencapaian tujuan
dari organisasi itu secara efktif dan efisien. Kepemimpinan Pancasila adalah
kepemimpinan yang dapat memancarkan watak pribadi dan sikap untuk membina
berkembangnya rasa persatuan, kebersaman dan sikap untuk membina berkembangnya
rasa persatuan, kebersamaan , keselarasan, keseimbangan dan keserasian hidup.
B.
Saran
Seorang
pemimpin hendaknya memiliki sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai luhur
pancasila serta mampu
menanggapi kemajuan IPTEK dan kemajuan zaman. Seorang
pemimpin bertanggung jawab atas segala tindakan dan perbuatan yang dipimpinnya. Oleh karena itu nilai-nilai pancasila wajib di tanamkan
sejak dini agar anak mempunyai jiwa pancasila yang sesuai dengan karakter
bangsa.
DAFTAR
PUSTAKA
Husaini
Usman. 2006. Manajemen (Teori, Praktik
dan Riset Pendidikan). Jakarta: Bumi Aksara.
Kartini Kartono. 2002. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: Raja
Grafindo.
Mujiono,
Imam. 2002. Kepemimpinan dan
Keorganisasian. Yogyakarta: UII Press.
http://kopiapung.blogspot.com/2013/05/kepemimpinan-pancasila.html
(diakses pada hari Kamis, 10 Desember 2015 puku 10.35).
http://iwan26sapwani.blogspot.com/2012/01/bab-i-makalah-kepemimpinan-pancasila
_23.html (diakses pada hari Kamis, 10 Desember 2015 puku 10.41).